Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyatakan bahwa keputusan Pemerintah yang tidak menaikkan tarif listrik dan harga bahan bakar minyak (BBM) periode 1 Januari hingga 31 Maret 2018 merupakan sinyal positif di Penghujung tahun 2017.
“Dengan demikian, harga jual BBM untuk BBM Tertentu jenis Solar dan minyak tanah, serta BBM Khusus Penugasan yakni Premium mulai 1 Januari 2018 tidak mengalami perubahan. Minyak Tanah Rp.2.500 Per liter, Minyak Solar Rp.5.150 per liter dan Bensin Premium RON 88 sebesar Rp.6.450 per liter,” kata Mamit dalam keterangan tertulisnya.
Mamit menjelaskan bahwa keputusan tidak menaikkan harga BBM, bukanlah keputusan tanpa dasar. Keputusan ini semata-mata untuk menjaga daya beli masyarakat.
“Hal ini sangat beralasan mengingat setahun terkahir ini, secara psikologis daya beli masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah, mengalami penurunan daya beli.Kebijakan ini bisa menghindari terjadinya inflasi,dimana setiap kenaikan Rp 100 per liter maka akan menyumbang 0.12%-0.15%,” jelasnya.
Yang menarik, saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan penetapan harga BBM ini, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik mengungkapkan, walaupun beberapa waktu terakhir harga minyak dunia mengalami kenaikan, kinerja perusahaan yang dipimpinnya tetap terjaga, Pertamina masih membukukan laba sebesar USD 1,99 milar atau hampir USD 2 miliar.
“Pernyataan ini menyiratkan bahwa sebagai entitas yang mewakili negara, Pertamina selalu siap dalam menyalurkan BBM jenis Tertentu maupun Penugasan. Di samping itu, saham Pertamina juga 100% dimiliki oleh negara, oleh karenanya Pertamina wajib melaksanakan penugasan dari pemerintah, dengan kata lain, keputusan bahwa harga BBM tidak naik adalah amanat dari Pemerintah bagi Pertamina,” ucap Mamit.
Ia menuturkan bahwa ketangguhan Pertamina juga telah teruji, Program BBM Satu Harga yang diamanatkan oleh Pemerintah dapat diselesaikan dengan baik, 54 lembaga penyalur BBM Satu Harga telah berdiri di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) di tahun 2017. Hadirnya BBM dengan harga yang sama seperti di Pulau Jawa diharapkan dapat meningkatkan perekonomian setempat.
“Pertamina tentu memiliki perhitungan yang matang saat melaksanakan penugasan yang diberikan, walaupun apabila harga BBM disesuaikan tentu kinerja keuangan Pertamina akan lebih baik, Pertamina memilih untuk tetap melaksanakan amanat dari Pemerintah,” tuturnya.
Awal November lalu, Pertamina mengklaim bahwa sepanjang Januari hingga September 2017, Pertamina mencatatkan laba bersih USD1,99 miliar atau turun 29,6 persen dibandingkan capaian periode sama tahun lalu sebesar USD2,83 miliar. Sementara pendapatan Pertamina naik 18 persen dari USD26,62 miliar menjadi USD31,38 miliar. Kenaikan pendapatan ini tidak terlepas dari tren harga minyak dunia yang cenderung naik sepanjang tahun 2017. Kenaikan ini juga ditopang dari penjualan produk BBM di luar BBM Jenis Tertentu dan Penugasan.
Pertamina pasti memahami dengan baik jika BBM memiliki peran yang sangat penting dalam aktifitas perekonomian nasional. Saat masyarakat mendapatkan harga BBM yang relatif stabil, secara otomatis akan menjaga daya beli masyarakat di sisi demand (konsumsi). Biaya angkut bahan pokok, hasil pertanian atau hasil perkebunan antar wilayah, yang merupakan bagian dari sisi suplai, juga tidak mengalami perubahan. Setidaknya jika daya beli terjaga, maka masyarakat tetap dapat mengalokasikan uang untuk kebutuhan primer yang lebih penting.
“Kondisi sebaliknya, jika harga BBM naik, maka beban alokasi pengeluaran masyarakat pun bertambah di dua sisi, pertama untuk membeli BBM yang lebih mahal, sementara di sisi lainnya adalah untuk membeli harga-harga kebutuhan yang beranjak naik,” papar Mamit.
Jika kita melihat dengan jernih dan menyeluruh, kurang tepat kiranya jika ada pihak-pihak yang mengatakan kebijakan tidak naiknya Harga BBM akan membuat Pertamina merugi. Menjaga daya beli masyarakat tetap stabil, jauh lebih mulia jika dibandingkan dengan resiko turunnya dividen yang diterima Pemerintah dari PT Pertamina.
“Dengan nilai tukar Rupiah terhadap dolar di angka Rp.13.000 saja, laba Pertamina yang sebesar USD 1,99 miliar tersebut masih setara dengan Rp.25,8 triliun,” pungkas Mamit. (HK)