Home Ekonomi Nilai Ekspor Batik Lampaui USD 51 Juta

Nilai Ekspor Batik Lampaui USD 51 Juta

126
0
SHARE

Dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, industri batik mempunyai peran penting di dalamnya. Dari transaksi ekspor, sektor yang rata-rata didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) tersebut mampu menyumbangkan devisa bagi negara dengan cukup signifikan.

Direktur Jenderal IKM Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menyatakan bahwa industri batik Indonesia memiliki daya saing yang komparatif dan kompetitif di pasar internasional.

“Indonesia jadi market leader yang menguasai pasar batik dunia,” kata Gati saat pembukaan Pameran dan Deklarasi Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) di Museum Tekstil, Jakarta, Rabu (20/12).

Data mencatat, nilai ekspor batik dan produk batik sampai Oktober 2017 mencapai USD51,15 juta atau naik dari capaian semester I tahun 2017 sebesar USD39,4 juta. Tujuan pasar utamanya ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Menurutnya, perdagangan produk pakaian jadi dunia saat ini mencapai USD 442 miliyar. Hal ini merupakan peluang besar bagi industri batik nasional dalam meningkatkan pangsa pasarnya. Batik merupakan salah satu bahan baku bahi produk pakaian jadi.

“Batik telah bertransformasi menjadi berbagai bentuk fashion, kerajinan dan home decoration yang telah mampu menyentuh berbagai lapisan masyarakat dari berbagai kelompok usia dan mata pencaharian di dalam dan luar negeri,” papar Gati.

Hingga saat ini, IKM batik tersebar di 101 sentra seperti di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan D.I Yogyakarta. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sentra IKM batik mencapai 15 ribu orang.

Dalam upaya mendongkrak produktivitas dan daya saing IKM batik, Kemenperin telah melakukan berbagai program strategis, antara lain peningkatan kompetensi sumber daya manusia,  pengembangan kualitas produk, standardisasi, fasilitasi mesin dan peralatan, serta kegiatan promosi dan pameran batik di dalam dan luar negeri.

Gati menyampaikan bahwa untuk meningkatkan akses pasar, Kemenperin telah memiliki program e-Smart IKM yang bekerja sama dengan beberapa marketplace.

“Melalui program e-Smart ini produk batik di dorong untuk memasuki pasar online, sehingga memiliki jangkauan pasar yang lebih luas karena dapat diakses oleh konsumen dari berbagai daerah,” jelasnya.

Ia juga mendorong agar para perajin batik memperoleh berbagai fasilitas pembiayaan seperti kredit usaha rakyat (KUR), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonsia (LPEI) dan insentif lainnya untuk memperkuat struktur modalnya.

“Dengan demikian, diharapkan industri batik nasional dapat tumbuh signifikan dan daya saingnya meningkat,” imbuhnya.

Gati berharap, pengembangan industri batik nasional dapat dijalankan secara kolaborasi antara pemerintah dengan akademisi, pelaku usaha, dan komunitas.

“Hal ini sangat penting karena setiap stakeholder tersebut memiliki peran yang berbeda, sehingga dengan sinergi ini pengembangan industri batik nasional akan terintergrasi dan sustainable dari hulu sampai hilir,” tegasnya.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, industri batik telah berkembang menjadi sektor usaha yang ramah lingkungan seiring semakin meningkatnya penggunaan zat warna alam pada kain wastra tersebut. Hal ini juga menjadikan batik sebagai produk yang bernilai ekonomi tinggi, bahkan dengan pengembangan zat warna alam tersebut turut mengurangi importasi zat warna sintetik.

“Oleh karena itu, kami terus mendorong para perajin dan peneliti agar terus berinovasi mendapatkan berbagai varian warna alam untuk bisa mengeksplorasi potensinya, sehingga memperkaya ragam batik warna alam Indonesia,” tuturnya.

Menurutnya, di tengah persaingan global yang semakin kompetitif dan dinamis, preferensi konsumen terhadap produk ramah lingkungan terus meningkat.

“Kehadiran batik warna alam mampu menjawab tantangan tersebut dan diyakini dapat meningkatkan peluang pasar saat ini,” pungkas Airlangga. (HK)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here