JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan segera menetapkan calon pembeli dari hasil produksi gas Blok Masela. Hal ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan persoalan harga gas yang belum bisa sesuai dengan kemampuan industri dalam negeri.
Kementerian ESDM sendiri telah meminta daftar calon perusahaan kepada Kementerian Perindustrian yang membutuhkan gas pipa dari lapangan migas Masela.
“Kita sedang minta Kemenperin list kira-kira kebutuhan (perusahaan) baik itu pupuk atau semen di luar pembangkit listrik. Proses ini masih berlangsung,” ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Ego Syahrial, Selasa (9/1).
Sementara itu, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menjelaskan calon pembeli belum ditetapkan hingga saat ini meskipun beberapa waktu lalu ada penawaran harga dari calon pembeli, industri petrokimia dalam negeri yang masih meminta harga di bawah USD 6 per MMBTU.
“Alokasi gas melalui pipa, siapa yang mau beli belum ditetapkan. Beberapa waktu yang lalu, beberapa ada yang minat, (tapi) harganya USD 3 (per MMBTU),” jelas Amien.
Amien menuturkan, usulan harga USD 3 per MMBTU ini masih belum sesuai keekonomian harga di hulu migas.
“Jadi kalau industri dalam negeri memberikan tawaran USD 3 (per MMBTU), ya kita (industri hulu migas) cari sendiri saja. Di Teluk Bintuni (Papua Barat) saja sebesar USD 5 (per MMBTU)”, kata Amien.
Blok Masela sendiri memiliki kapasitas produksi kilang mencapai 150 mmcfd gas pipa dan 9,5 juta ton per tahun (MTPA) gas alam cair (LNG). Blok Masela diproyeksikan akan berproduksi pada 2027 mendatang atau mundur dari perkiraan sebelumnya 2024.
Saat ini sedang dilakukan proses persiapan Pre-FEED: menganalisa pilihan terbaik terkait jenis dan kapasitas produksi, biaya investasi dan keekonomian, serta jadwal project (revisi POD I).
“Diharapkan pertengahan tahun pre-FEEDnya selesai, sehingga akhir tahun revisi POD I bisa selesai,” pungkas Amien. (EA)