BELITUNG – Pemerintah semakin percaya diri dengan penerapan Skema bagi hasil gross split. Skema ini memberikan kepastian, kesederhanaan dan efisiensi.
Diminatinya lima blok minyak dan gas bumi (migas) pada lelang Wilayah Kerja (WK) migas konvensional akhir tahun 2017 lalu, membuktikan bahwa skema ini lebih baik jika dibandingkan dengan lelang WK Migas yang menggunakan skema cost recovery tahun 2015 dan 2016 yang sepi peminat.
“Implementasi dari skema gross split telah menunjukkan hasil pada 2017 lalu, setelah 2 tahun tidak ada WK Migas yang laku. Tahun lalu kita dapat kontraktor-kontraktor yang berminat pada 5 WK Migas. Kami harap prosesnya selesai dilakukan di triwulan pertama 2018 ini,” ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar pada acara The Asia Pacific Hub Course di Belitung, Selasa (09/01).
Arcandra menjelaskan, prinsip utama dari skema gross split adalah kepastian, kesederhanaan, dan efisiensi.
“Gross split akan memberikan kepastian bagi investor, karena parameter dalam pembagian split transparan dan terukur. Parameter ditentukan berdasarkan karakteristik lapangan serta kompleksitas pengembangan dan produksi,” ujarnya.
Arcandra menambahkan, bahwa skema gross split juga akan menyederhanakan persetujuan penganggaran, proses pengadaan, serta akuntabilitas. Biaya produksi tidak lagi mempengaruhi Pemerintah dan Pemerintah juga tidak perlu banyak membuang banyak tenaga untuk melakukan pengawasan anggaran.
Skema ini juga akan mendorong efisiensi. Karena penghematan yang kontraktor lakukan, maka uangnya akan masuk ke kontraktor itu sendiri.
Sebagaimana diketahui, tahun 2017 lalu, Pemerintah membuka Penawaran lelang WK migas Konvensional dan Non Konvensional tahap I. Sejak 29 Mei hingga 22 Desember 2017, sebanyak 20 dokumen penawaran lelang WK Migas Konvensional telah diakses, dengan 10 blok yang diminati oleh 13 perusahaan. Sedangkan untuk WK Migas Non Konvensional, 2 dokumen penawaran lelang diakses dan diminati oleh 1 perusahaan. (HK)