*Siaran Pers tokoh masyarakat Timika dan Papua*
Jaman, Nasional (2/3) – Masyarakat adat pemilik gunung yang dieksploitasi PT Freeport menilai keberadaan freeport selama 50 tahun di negrinya telah merusak aset leluhur mereka. Demikian disampaikan oleh Odizeus Beanal, B.Sc putra daerah dari Amungme dalam rilis yang diterima redaksi jaman.or.id, Kamis (2/3).
Menurut Odizeus, pihaknya tidak ribut soal siapa pemilik saham. Tapi kehancuran lingkungan dan tatanan simbol budaya yang rusak harus dipulihkan demi sebuah martabat yang adil.
Lanjut Odizeus yang juga ketua Lembaga Adat Suku Amungme (LEMASA) itu, martabat Amungme yang sudah dihancurkan selama operasi tambang tidak bisa di jawab dengan harga dana satu persen.
“ini soal harga diri kami, perasaan sosial akan filosofi adat budaya leluhur Amungme harus dikembalikan.”Jangan Lubangi Mama Kami” kesal Odizeus.
Sementara itu aktivis pertambangan rakyat di Papua, Jhon Gobai yang juga Sekertaris II Dewan Adat Papua, mengingatkan negara dan para pemangku kepentingan bisnis agar melibatkan hak masyarakat adat dalam mengambil kebijakan.
Foto : Ketua Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Iwan Dwi Laksono berdiskusi bersama tokoh adat Papua dan Timika.
Gobai juga sependapat dengan Odizeus soal saham. Lanjutnya, tidak penting bicara soal kepemilikan saham. Martabat adat tidak bisa diukur melalui saham. Kami ingin langkah pemerintah dalam menyelesaikan masalah freeport, kedepan harus benar benar melibatkan pemilik tanah. Gobai ingin agar prinsip FPIC harus jadi pedoman dalam pembicaraan apapun soal hak-hak tanah adat.
Neles Kum, pemuda asli Amungme juga menghendaki agar penyelesaian masalah freeport tidak mengkambinghitamkan masyarakat adat. Sebab, selama 50 tahun freeport menambang, banyak saudaranya yang mendapat dampak buruk secara langsung.
Sebagaimana sikap yang mereka sampaikan, bahwa LEMASA sebagai lembaga representatif suku Amungme, mendesak dilakukan perundingan yang melibatkan masyarakat adat setempat.
Aktivis Papua, Arkilaus Baho mengatakan freeport harus mengalah sebagai bentuk dukungan terhadap UU Minerba dan PP Nomer 1 Tahun 2017 yang sudah tercantum di dalamnya tinggal di implementasikan.
“Supaya ruang berunding bebas dan tidak ada unsur paksaan, terutama soal implementasi regulasi IUPK yang dijalankan oleh pemerintah terkait freeport, maka segala upaya kekisruhan yang saat ini dilakukan oleh pihak tersentu yang masih menyuarakan kepentingan freeport, harus dihentikan agar ada suasana damai untuk duduk bicara.”, Demikian ditambahkan Arki.(red)