Home Opini 73 Tahun RI: Kemandirian Pangan, Energi dan Maritim

73 Tahun RI: Kemandirian Pangan, Energi dan Maritim

204
0
SHARE
Foto: Istimewa

Tujuh puluh tiga tahun, Negara Republik Indonesia sudah merdeka secara politik, ekonomi dan sosial budaya. Namun, mewujudkan kemandirian tersebut, bukanlah hal mudah. Tetapi, wajib dipenuhi, melalui berbagai regulasi yang diorbitkan pemerintah hingga kini.
Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN), melalui trilogi kemandirian (Pangan, Energi dan Maritim), telah berjuang untuk menggapai tiga dimensi tersebut. Sebelas (11) tahun, kami mengusung apa yang hari ini justru menjadi kebutuhan dasar bangsa dan negara Indonesia.

Perjalanan JAMAN kemudian sinergis dengan jalan kebijakan Jokowi yang telah berkebijakan melalui NAWACITA, sebagaimana yang telah dijalankan diawal periode beliau. Maka, kami terus bertekad mengawal pemerintahan hari ini, untuk terus melanjutkan kebijakan trilogi JAMAN di periode berikutnya (2019-2024).

A. Pangan

Tersedianya benih, lahan, air. Infrastruktur terkait sarana dan prasarana pertanian. Kolerasi yang dihasilkan akan berdampak terhadap produktivitas dan kesejahteraan petani. Sebab, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan mencapai 1.922.570 km² dan luas perairan mencapai 3.257.483 km².

Lahan dan air merupakan faktor produksi utama pertanian. Sedangkan benih/bibit merupakan sarana produksi  utama produksi pertanian, sehingga berfungsinya infrastruktur lahan, air serta benih/bibit merupakan  prasyarat proses produksi pertanian.
Persoalan mendasar yang dihadapi sektor pertanian pada saat ini dan di masa yang akan datang adalah terbatasnya ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan dan air.

Infrastruktur pangan perlu dilanjutkan dan harus merata. Waduk dan jaringan irigasi yang baru serta perbaikan jaringan irigasi yang sudah ada, merupakan daya dukung irigasi bagi pertanian dan secara tidak langsung akan berdampak kepada tingkat produktivitas dan juga perekonomian negara yang saat ini menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 50 persen penduduk Indonesia.
Melalui infrastruktur pangan yang memadai, mewujudkan ketahanan pangan, mengakhiri import beras dan kebutuhan pangan lainnya yang selama puluhan tahun menjadi momok bangsa ini.

Distribusi menjadi sandaran logistik. Negara berdaulat tak hanya urusan soal menundukkan perusahaan asing sekelas Freeport. Tapi, bagaimana distribusi negara merata hingga ke wilayah terluar, terpencil dan terisolasi.
Meratanya pembangunan tol, baik darat, udara, dan laut, merupakan bagian dari usaha percepatan distribusi logistik negara, yang berujung pada terjangkaunya harga barang di masyarakat.

Ketika anda naik kapal PELNI, anda akan pilih, rute tengah, utara atau selatan. Disitulah anda paham, bagaimana negara mendistribusikan kedaulatanya. Apalagi soal logistik kebutuhan sehari-hari masyarakat. Sudah ada pembagian wilayah-wilayah pembangunan di Indonesia khususnya untuk proses pengiriman logistik agar lebih cepat namun dapat menekan harga yang lebih baik.

Infrastruktur penting untuk menjawab tantangan terkait lama waktu dan tingginya harga proses pengiriman logistik yang terjadi di Indonesia. Menjawab masalah seputar _dweeling time_ dan harga bahan pokok, bahkan produk-produk lokal pun mampu dikendalikan.

Swasembada produk tertentu. Indonesia terus berupaya keras mewujudkan cita-cita sebagai lumbung pangan dunia pada 2045. Setelah sukses merealisasikan swasembada padi, bawang merah, dan cabai pada 2016, Indonesia, melalui Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian mematok target swasembada pangan berikutnya.

Ada target swasembada gula konsumsi dan bawang putih pada 2019. Tahun 2020, target swasembada kedelai. Tahun 2025 ada target swasembada gula industri dan daging sapi pada 2026.

Swasembada produk tertentu ini haruslah meluas diberbagai daerah. Tak hanya fokus di Jawa Barat, Timur atau Tengah. Untuk itulah harus dibarengi dengan memadainya infrastruktur darat, laut dan udara.

Provinsi Jawa Barat adalah penyangga pangan terbesar DKI Jakarta. Selain itu, sekitar 30 persen protein hewani dihasilkan juga oleh Jawa Barat. Jawa Barat menyumbang 40 persen komoditas hortikultura. Jawa Barat dan Jawa Timur adalah penyumbang beras nasional terbesar.

Selain beras, gula konsumsi dan produksi, serta protein hewani yang bersumber dari sapi, masih banyak komoditas lokal yang perlu disalurkan dan merata.

Lahan pertanian transmigrasi banyak yang terbengkalai bahkan beralih fungsi ke properti, harus dicanangkan sebagai basis swamsembada. Begitu juga dengan produk sagu di Indonesia Timur, kacang kedelai, kacang tanah, dan jagung yang sudah berhasil di eksport.

B. Energi

EBT/Energi Baru Terbarukan harus dilakukan demi mengurangi ketergantungan negara pada BBM, batu bara, gas bumi sebagai sumber energi.

Kapasitas EBT dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi secara kumulatif sejak 2014 hingga 2017 mencapai 1.808,5 mw.

Tambahan kapasitas terpasang 2017 dari PLTP Ulubelu 55 mw dan PLTP Sarulla 110 mw. Tahun 2018 menargetkan total kapasitas terpasang PLT Panas Bumi 2.058,5 mw

EBT merupakan solusi dalam penggunaan energi yang tidak berdampak pada perambahan sumber energi yang tidak harus bertumpu pada sisa-sisa fosil, yang berdampak pada rusaknya fungsi bumi.

Kurangi impor BBM. Produksi BBM secara nasional untuk mengamankan kebutuhan dalam negri, selama ini rata-rata 800 ribu barel tiap hari. Kurang dari itu, maka pemerintah wajib impor BBM. Jika tidak import, terjadi kelangkkan dimana-mana.

Menjaga produksi agar tidak berkurang, ditambah lagi kebijakan BBM satu harga seluruh Indonesia.  Itulah salah satu dampak yang membuat pertamina mau tidak mau memikirkan solusinya.

Bagaimana cara mengatasinya supaya tidak terjadi devisit cadangan disaat satu harga berlaku secara total.

Setelah resmi mengelola Blok Rokan mulai 2021 mendatang. Saat ini, impor minyak mentah yang dilakukan Pertamina mencapai 400 ribu barel per hari. Pertamina bilang, dari sekitar 200 ribu barel per hari produksi minyak mentah Blok Rokan, 100 ribu barel per hari akan dipasok untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Dengan begitu, impor minyak mentah Pertamina yang saat ini sekitar 400 ribu barel per hari akan berkurang menjadi 300 ribu barel per hari. Minyak mentah dari Blok Rokan akan diolah di fasilitas pengolahan minyak (minyak) Pertamina. Pengurangan impor minyak mentah akan meningkatkan ketahanan energi nasional.

Teknologi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) harus didukung dengan inovasi teknologi guna mengurangi ketergantungan kepada industri asing. Teknologi EBT diperlukan dan berskala besar dan tersebar sebagai solusi mengatasi sistem interkoneksi yang masih terbatas.

C. Maritim

Pembangunan Kemaritiman saat ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kluster program prioritas, yaitu: (1) Batas Maritim Ruang Laut, Diplomasi Maritim; (2) Industri Maritim dan
Konektivitas Laut; (3) Industri Sumber Daya Alam Dan Jasa Kelautan Serta Pengelolaan
Lingkungan Laut; (4) Pertahanan Dan Keamanan Laut; dan (5) Budaya Bahari.

Mewujudkan visi Indonesian sebagai negara maritim adalah sebuah keniscayaan dan perlu dibangun sejak tahap perencanaan sampai dengan implementasi programnya.

Penurunan biaya logistik harus dilakukan dengan berbagai cara, antara lain memperbaiki infrastruktur dan konektivitas antar daerah. Infrastruktur pendukung yang menghubungkan antar daerah termasuk pengembangan pelabuhan dan menambah jalur pelayaran yang belum ada.

Mau tidak mau penyelesaian tol laut tak bisa berdiri sendiri, bangun pelabuhan dan menambah jalur pelayaran juga konektivitas jalur laut dengan daratnya.

Selain itu, untuk membentuk poros maritim dunia harus didasari pada kedaulatan politik, pertahanan dan keamanan yang baik.

Di sektor keamanan navigasi, Indonesia terdiri dari dua laut dalam. Laut Banda dan Laut Arafuru. Daerah tersebut terdeteksi adanya shadow zone. Pertemuan air laut dalam dan air laut permukaan.

Pada shadow zone ini, kapal selam bila sampai disana, tak bisa dideteksi oleh radar secanggih apapun. Sementara kita tau, teknologi radar kita masih sewa dari negara lain.

Penegakan kedaulatan di bidang pertahanan dan keamanan, ada dua titik pokok persoalan untuk meningkatkan maritim, yakni organisasi penegak pertahanan dan keamanan dan perundang-undangan yang ada

Pada akhirnya, kedaulatan politik di bidang pertahanan dan keamanan memerlukan keberpihakan pada insfrastruktur Maritim yang kokoh, untuk mewujudkan jati diri negara kepulauan. Agar Indonesia dapat menjadi negara maritim yang terintegrasi.

 

Dirgahayu RI ke-73!!!

 

Oleh: Arkiluas Baho

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Jaringan Kemandirian Nasional

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here