Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Eko Sulistyo berharap kegiatan Asian Games XVIII yang merupakan pesta olahraga terbesar di Asia tidak berhenti hanya sebatas peristiwa olahraga yang berlangsung selama dua pekan tersebut.
Ia menegaskan, besar yang baru terjadi dua kali di Indonesia di era Presiden Soekarno pada 1962 dan Presiden Jokowi pada 2018 harus dimaknai sebagai peristiwa besar untuk merajut persatuan dan kesatuan bangsa.
“Selain pentas olahraga, di Asian Games juga berlangsung berbagai peristiwa budaya dan teknologi, misalnya pada atraksi pembukaan, penutupan, serta pada proses pembangunan infrastruktur venues-nya,” katanya saat membuka diskusi ‘Ikon-Ikon Infrastruktur Asian Games’ di Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden, Jakarta, Selasa (30/5).
Ia menjelaskan, sebagaimana semangat dalam Asian Games IV 1962 yang dibuat oleh Bung Karno saat Republik baru berusia 17 tahun, Asian Games bukan sekadar pertandingan olahraga, tapi juga upaya memperkokoh ruang kebangsaan.
Dalam Asian Games tercakup perjuangan nasional yakni memperkokoh persatuan nasional dan memupuk jiwa gotong royong serta menjadi forum solidaritas internasional, dengan membentuk persahabatan dan perdamaian dunia.
“Selain itu, Asian Games melahirkan manusia Indonesia baru, yang berani melihat dunia dengan mata terbuka, secara fisik tegas, tapi juga kuat secara mental,” jelas Eko.
Eko juga menegaskan bahwa rapat terbatas persiapan Asian Games yang hingga kini sudah digelar 11 kali menunjukkan besarnya perhatian Presiden Jokowi pada pesta olahraga Asia ini.
“Kita harus berkaca pada lembaran sejarah 1962. Saat itu, dengan dana sangat terbatas, Bung Karno mampu membangun ikon-ikon infrastruktur, yang bahkan masih bisa digunakan pada Asian Games 2018 tahun ini,” ungkapnya.
Reporter: Satria Galeng