Dalam empat tahun terakhir, perhatian pemerintah pusat untuk pembangunan desa terus meningkat. Ini ditandai dengan alokasi APBN untuk dana desa (DD) sebesar Rp 187 triliun .
Pada 2015, dana desa disalurkan sebesar Rp 20,7 triliun kepada 74.093 desa, Meningkat di tahun kedua 2016 menjadi Rp 47 triliun untuk 74.754 desa.
Pada 2017, dana desa yang disalurkan kepada 74.910 desa mencapai Rp 60 triliun. Dan pada 2018 dengan jumlah yang sama yaitu Rp60 triliun kepada 74.957 desa.
Presiden Joko Widodo mengatakan dari hasil Dana Desa yang dikucurkan sejak tahun 2015, di seluruh tanah air telah terealisasi jalan desa sebanyak 191 ribu kilometer (km), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) ada 24.000 yang telah diselesaikan.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ada 50.000 yang telah selesai dari Dana Desa, pasar desa ada 8.900. Irigasi, menurut Presiden Jokowi, ada 58.000 yang telah dibangun dari Dana Desa di seluruh tanah air. Embung ada 4.100 yang telah dibangun.
Presiden juga mengemukakan, pemerintah sudah mengucurkan Dana Desa sebesar Rp 187 triliun sejak 2015 lalu. Tahun 2015 sebesar Rp 20,7 triliun, tahun 2016 menjadi Rp 47 triliun, tahun 2017 menjadi Rp 50 triliun, tahun 2018 naik menjadi Rp 60 triliun, dan tahun 2019 ini Dana Desa naik menjadi Rp 70 triliun ditambah Dana Kelurahan Rp 3 triliun, sehingga keseluruhannya mencapai Rp 73 triliun.
“Artinya, sampai kemarin 2018 akhir di Desember sudah Rp187 triliun yang kita kucurkan kepada desa-desa di seluruh tanah air,” kata Presiden.
Presiden mengingatkan apabila terjadi korupsi karena Dana Desa ini diawasi penggunaannya. “Pak Kades hati-hati Pak Kades. Dana ini diawasi. Mata saya mungkin cuma 2, tapi intelijen saya banyak sekali. Intelijen saya siapa, sih? Rakyat. Jangan sampai ada yang masuk ke kuping saya, Pak. Dari Rp1,3 miliar yang dikerjain hanya Rp 300 juta. Hati-hati. Semuanya gunakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan,” tandasnya.
Pemanfaatan dana desa, tentu saja tidak lepas dari peran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Dalam sejumlah kesempatan, Menteri PDTT Eko Putro Sandjojo menyebutkan ada dua macam jenis pembangunan di desa. Pertama, ada yang langsung berdampak untuk pertumbuhan ekonomi.
Kedua, pembangunan yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup dasar masyarakat desa. Ke depan dana desa akan fokus menunjang perekonomian desa.
Dalam empat tahun terakhir, Kementerian PDTT mengklaim implementasi dana desa,memberikan hasil yang signifikan. Tercatat, presentase penyerapan dana desa juga terus membaik.
Tahun 2015 sebesar Rp 20,67 triliun dengan penyerapan 82,72%. Di tahun 2016 dengan dana desa Rp 46,98 triliun, penyerapannya 97,65% serta di 2017 dana desa Rp 60 triliun dengan penyerapan 98,54%.
“Peningkatan penyerapan ini mencerminkan tata kelola di desa membaik. Keberhasilan dana desa pun ditentukan oleh pendampingan dan kami mempunyai 40 ribu Pendamping Desa. Saat ini, kami bekerja sama dengan Forum Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides) dengan 100 universitas yang setiap tahun mengirim 75 ribu mahasiswa KKN tematik untuk membantu pendampingan,” kata Eko.
Eko juga mengungkapkan dari sisi produktivitas, dana desa sangat masif meningkatkan kegiatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Dalam aspek menunjang aktivitas ekonomi masyarakat, dana desa telah digunakan untuk membangun jalan desa sepanjang 158.691 km, jembatan 1.028.225 m, tambatan perahu 4.711 unit, 14.770 unit kegiatan BUMDes, pasar desa 6.932 unit, penahan tanah 179.625 unit, air bersih 942.927 unit serta saluran irigasi 39.351 unit.
Sedangkan untuk menunjang kualitas hidup, dana desa digunakan untuk membangun Posyandu sebanyak 18.477 unit, drainase 24.005.604 m, fasilitas MCK 178.034 unit, Gedung PAUD 48.694 unit, embung 3.026 unit, sumur 37.662 unit dan Polindes 8.028 unit.
“Dampak yang dihasilan, ada peningkatan pendapatan per kapita/ bulan di pedesaan. Pada 2014 lalu sebesar Rp 572.586, kemudian pada 2018 ini menjadi Rp 804.011. Rata-rata peningkatan pendapatan warga desa pun tercatat sebesar 6,13% per tahun selama periode 2015-2017. Saya yakin tujuh tahun ke depan sudah bisa di atas Rp 2 juta,” ungkap Eko.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik, desa menjadi semakin makmur. Hal itu ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah desa tertinggal serta menurunnya tingkat inflasi di pedesaan.
Lebih lagi, angka kemiskinan turun menjadi 7,02% pada 2018 ini. Ditambah lagi menurunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menjadi 3,72% dari 4,01%.
BPS mencatat, adanya penurunan jumlah warga miskin sebanyak 1,82 juta. Sekitar 1,29 juta jiwa ada di desa. Selain itu, inflasi di desa pada 2015 lalu sebesar 5,8% kemudian membaik di tahun 2018 ini menjadi 3,15%. Jumlah desa tertinggal berkurang dari 20.432 pada 2015 menjadi 12.397 pada 2018 ini.
Sejatinya, program dana desa yang dicanangkan sejak 2015 lalu hanyalah sebagai stimulan. Desa terus didorong agar mandiri dengan memiliki pendapatan yang diperoleh dari hasil pengelolaan potensi asli desa.
“Kesuksesan program dana desa ini menjadi perhatian dunia. Peraih nobel bidang ekonomi Joseph Stiglitz juga mengapresiasi kebijakan ini. Sejumlah negara Asia-Pasifik dan kawasan lainnya juga siap meniru model pembangunan pedesaan yang saat ini dilakukan di Indonesia,” papar Eko.
Untuk mendukung percepatan pembangunan desa, Kemendes PDTT telah menetapkan empat program prioritas. Empat program tersebut yakni pengembangan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), membangun embung air desa, mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan membangun Sarana Olahraga Desa (Raga Desa).
“Prinsipnya, Prukades itu adalah untuk membuat kluster ekonomi di desa-desa. Prukades memberi insentif supaya desa fokus mengembangkan produk unggulannya,” ujar Eko.
Ia juga menambahkan, akses pasar masih menjadi kendala bagi produk masyarakat desa. Karena tidak ada akses pasar yang membuat produk desa tidak ada jaminan akan diserap pasar, maka harga sering jatuh di bawah harga produksi. Dengan risiko yang tinggi tersebut, masyarakat desa pun sulit mendapatkan permodalan dari bank.
Oleh karena itu, pemerintah memberi insentif kepada para Bupati yang memilih untuk fokus di komoditi tertentu. Pemerintah akan membantu dengan pemberikan bibit, traktor, jembatan, dan apapun yang dibutuhkan secara gratis.
Tahun ini sedang berjalan di Pandeglang, Halmahera Barat, Minahasa Utara, Sigi, Lampung Timur, dan beberapa daerah lainnya.
“Kalau berhasil Indonesia bisa mendapat 100 juta angkatan kerja di desa dalam 10 tahun dengan pendapatan kira-kira 2 juta per bulan, maka dalam 5 tahun bisa ini (Prukades) jadi program nasional. Kita bisa menciptakan daya beli,” terangnya.
Program prioritas kedua adalah membangun embung. Embung dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Masifnya pembangunan embung diharapkan dapat membuat masa panen meningkat 2 hingga 3 kali dalam setahun. Pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi program prioritas ketiga.
BUMDes diproyeksikan menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat. Dengan mengedepankan potensi unggulan di desanya, unit usaha BUMDes dapat terdiri dari berbagai jenis, seperti pengelola Desa Wisata, minimarket, penyewaan tenda dan kursi, pengelola daur ulang sampah, dan lainnya.
“Tiap desa diharapkan punya BUMDes dan menjadi sumber penghasilan desa. Nantinya dana desa bukan lagi jadi sumber utama pembangunan desa, tapi hanya stimulus,” tutur Eko.
Dalam tiga tahun terakhir, tercatat setidaknya terdapat lebih dari 20 BUMDes dengan penghasilan di atas Rp 300 juta. Empat posisi teratas di antaranya ditempati oleh BUMDes Tirta Mandiri di Desa Ponggok, Klaten, dengan omset mencapai Rp 10,3 Miliar.
Kemudian disusul oleh BUMDes Tirtonirmolo di Desa Tirtonirmolo, Bantul, BUMDes Mandala Giri Amerta di Desa Tajun, Buleleng, dan BUMDes Karangkandri Sejahtera di Desa Karangkandri, Cilacap.
Untuk meningkatkan tata kelola manajemen BUMDes, Kemendes PDTT menginisiasi pembentukan PT. Mitra BUMDes Nusantara (MBS) sebagai holding company. PT. MBS dimotori oleh Perum Bulog dan empat bank milik pemerintah, yakni BNI, BRI, Bank Mandiri, dan BTN.
PT. MBS berperan untuk membantu BUMDes (tingkat desa) dalam permodalan serta perluasan jaringan investasi dan skala bisnis. Peran sebagai Off Taker hasil produksi BUMDes juga dipegang PT. MBS sebagai penjamin daya serap produk pertanian desa.
Tak kalah penting, PT. MBS juga berperan untuk supervisi operasional dalam bentuk standardisasi kualitas produk, kompetensi SDM, dan pengembangan Good Corporate Governance.
Dalam PT MBS, negara mempunyai saham sebesar 51% untuk mencegah monopoli dari kelompok tertentu. PT Mitra BUMDes Nusantara harus membuat PT Mitra BUMDes Kabupaten.
Tugas PT Mitra bumdes kabupaten adalah membuat PT Mitra BUMDes Desa.
“Begitu jalan, serahkan ke management mitra bumdes desa dan kabupaten untuk mengembangkan sesuai dengan potensi dan kebutuhan di desa-desa. Tugas kita hanya mengawasi manajemen dan resikonya,” jelasnya.
Sementara program prioritas keempat adalah pembangunan Sarana Olahraga Desa (Raga Desa). Raga Desa diharapkan dapat menciptakan keramaian dan mendorong aktivitas ekonomi. Raga Desa akan menjadi ruang publik yang menciptakan keramaian.
Generasi muda pun dapat menyalurkan aktivitas positif agar terhindar dari narkoba, tawuran, dan radikalisme. Sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan dengan adanya Raga Desa yakni Liga Desa (sepakbola), Festival Desa, Layar Desa, maupun yang lainnya.
“Presiden memberikan arahan agar dana desa dapat memberikan efek besar terhadap pertumbuhan ekonomi desa. Atas saran itu, Kemendes PDTT membuat empat program unggulan tersebut,” pungkas Eko.
Sumber: https://jpp.go.id
Editor: Puput KJ