Home Nasional BPS: Kriteria Garis Kemiskinan Sudah di Atas Standar Bank Dunia

BPS: Kriteria Garis Kemiskinan Sudah di Atas Standar Bank Dunia

133
0
SHARE

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menegaskan bahwa  metode pengukuran garis kemiskinan yang dilakukan oleh lembaganya  masih lebih tinggi dari rata-rata Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi dan standar Bank Dunia. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga stabilitas harga pangan sebagai faktor terbesar pengeluaran masyarakat miskin.

“Tingkat garis kemiskinan yang ditetapkan BPS tergolong tinggi karena angka Rp 401 ribu adalah angka rata-rata. Seperti di Jakarta nilai garis kemiskinan Rp 593 ribu per kapita maka pengeluaran keluarga miskin dengan 4-5 orang mencapai sekira Rp 3,1 juta (sedikit di bawah UMR DKI Rp 3,6 juta). Adapun nilai garis kemiskinan NTT mencapai Rp 354 ribuan atau sekitar Rp 2 jutaan ini masih di atas UMR Rp 1,7 juta,” jelasnya dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Fakta Penurunan Angka Kemiskinan” di Ruang Serba Guna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (30/7).

Seperti diketahui, pada Maret 2018, BPS mengumumkan bahwa angka kemiskinan Indonesia adalah 9,82%. Untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin berada di dalam 1 digit.

BPS mencatat, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2018 adalah 25,95 juta orang. Angka itu menurun, jika dibanding September 2017, yaitu 26,58 juta orang (10,12 persen).

Untuk bulan Maret 2018, angka rata-rata garis kemiskinan adalah Rp 401.220 per kapita per bulan. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada 2017, yang pada semester pertama (Maret) berjumlah Rp 361.496 dan Rp 370.910 pada semester kedua 2017.

“BPS sejak tahun 1984 sudah melakukan survei jumlah kemiskinan pada bulan Maret dan September. Jadi tidak benar kalau kami melakukan survei saat panen raya,” tukas Suhariyanto.

Menurut Suhariyanto, acuan yang digunakan dalam survey adalah dari Bank Dunia. Selama ini lembaga tersebut menghitung angka kemiskinan dari kelompok makanan dan non-makanan bukan berdasarkan nilai tukar USD atas rupiah yang sekarang rata-rata Rp 14.400 per USD 1.

“Angka konversi US dolar PPP adalah banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah barang yang sama setara dengan 1 dolar di Amerika Serikat (sekitar Rp 4 ribuan),” tuturnya.

Dengan demikian, lanjutnya, dengan rata-rata garis kemiskinan versi BPS jika dihitung berdasarkan standar kemiskinan ekstrem Bank Dunia sebesar USD 1,9 PPP, maka jumlahnya sudah mencapai USD 2,5 PPP.

Ia juga menerangkan bahwa faktor yang menyebabkan kemiskinan menurun adalah pertama, tingkat inflasi September 2017–Maret 2018 memang terkendali. Hal kedua rata-rata pengeluaran 40% lapisan ke bawah meningkat selama triwulan 2018 berkat curahan bantuan sosial.

“Program Beras Sejahtera (Rastra) juga tersalurkan bagus, nilai tukar petani juga di atas 100, meskipun begitu ada hambatan yaitu kenaikan harga beras yang tinggi. Ini sangat berpengaruh karena persentase pengaruh kemiskinan terhadap beras cukup besar. Harga pangan ini yang perlu dijaga,” terang Suhariyanto.

Namun demikian, Suhariyanto juga mengingatkan bahwa ada pekerjaan rumah besar pemerintah, yakni masih adanya ketimpangan cukup dalam antara desa dan kota serta ketimpangan antarwilayah atau provinsi.

“Untuk itu, perlu akselerasi program bantuan sosial dan jaminan sosial dengan pemberdayaan perekonomian masyarakat miskin,” pungkasnya.

 

Reporter: Rahmawati Alfiyah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here