Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H Sumadilaga menyampaikan bahwa pada saat kondisi tanggap darurat pasca bencana gempa bumi, hal nomor satu yang harus dipastikan terlebih dahulu adalah bagaimana kondisi infrastruktur PU, seperti jalan dan jembatan.
“Waktu teridentifikasi ada 12 jembatan yang bergeser dan rusak, sehingga langsung kami perbaiki. Begitu juga adanya sejumlah jalan yang rusak dan longsor, segera kami perbaiki,” ujar Danis dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (Dismed FMB’9) dengan tema “Inpres 5 Tahun 2018: Rekonstruksi Fasilitas Dasar Pasca Gempa Lombok 2018” di Ruang Serba Guna Gedung Utama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Senin (27/8).
Terkait bendungan, Danis mengaku telah melakukan identifikasi ke sejumlah bendungan. Dan hasilnya, semua bendungan masih dalam kondisi aman. “Saya juga perlu klarifikasi, gempa yang terjadi bukan di Lombok saja, tapi di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), karena Sumbawa juga terkena dampak gempa,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam proses bencana, yang dibutuhkan paling utama adalah air. Sehingga, bagaimana adanya persediaan sumber air baku yang cukup untuk kebutuhan masyarakat. “Kami langsung memfungsikan PDAM setempat, karena setelah terjadinya gempa, beberapa pipa air putus. Untuk air bersih, kami membuka sumur air tanah. Kami membuka 50 titik dengan kapasitas 10-20 liter air perdetik. Hingga saat ini, kami sudah berhasil menghidupkan dan menyalakan dengan mesin generator,” jelas Danis.
Setelah itu, lanjut Danis, air didistribusikan langsung ke masyarakat yang membutuhkan. Khususnya yang ada di pengungsian. “Ada 15 mobil tangki air untuk membawa air bersih tersebut,” imbuhnya.
Fasilitas berikutnya, adalah kebutuhan sanitasi. Untuk kebutuhan itu, sudah disiapkan 200 MCK portable dan knockdown. Kebutuhan itu sudah dipasang di pengungsian-pengungsian. “Namun, karena jumlah pengungsinya sangat banyak, kami harus meningkatkan jumlah sanitasi yang dibutuhkan. Karena, ini memang masih dalam periode tanggap darurat,” papar Danis.
Danis mengungkapkan kerusakan yang terjadi setelah gempa bumi di NTB adalah, pertama, fasilitas publik. Kedua, tempat tinggal masyarakat. Ia menekankan, untuk fasilitas publik, harus segera normal kembali. Seperti sekolah, tempat ibadah dan rumah sakit.
“Angka atau jumlah fasilitas publik yang mengalami kerusakan terus berubah. Sesuai dengan Inpres, fasilitas publik ini harus segera berfungsi kembali karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara, untuk hunian tempat tinggal, masyarakat akan mendapat bantuan dari pemerintah,” paparnya.
Danis juga menerangkan bahwa untuk rumah yang mengalami rusak berat mendapat bantuan sebesar Rp 50 juta, untuk sedang Rp 25 juta dan ringan Rp 10 juta. “Sesungguhnya, gempa itu tidak membunuh. Tapi bangunan yang terkena gempa dan robih lah yang bisa membunuh. Ke depan, rumah yang dibangun harus lebih baik sehingga bisa mengantisipasi jika ada gempa kembali,” terangnya.
Menurut Danis, saat gempa melanda Jogja, koordinasi yang terjalin cukup baik dan ada semangat gotong royong di masyarakat. Selain itu, ada keterlibatan-keterlibatan fasilitator untuk membantu masyarakat membangun rumah.
“Pilihan-pilihan rumah tahan gempa itu beragam. Yang ditemukan di lapangan, apakah yang rusak ringan, sedang dan berat, sama sekali tidak ada kaidah sesuai dengan rumah yang tahan gempa. Karena, jika ada retak sedikit saja, kalau ada gempa lagi akan dengan mudah bisa roboh,” ucapnya.
Reporter: Rahmawati Alfiyah