Jamaninfo.com, Jakarta – Pertemuan antara Jokowi dan Prabowo di Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta dinilai sebagai sebuah momen yang khas ‘Jokowi Banget’. Pemilihan lokasi yang ‘out of the box’ ini tak ubahnya acara saat Jokowi melantik pejabat di lokasi-lokasi tertentu.
Pernyataan ini disampaikan Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Eko Sulistyo dalam dialog live di CNN Indonesia TV bersama host Tiffany Raytama, Sabtu, 13 Juli 2019 menyikapi pertemuan antara Jokowi-Prabowo.
“Selain melambangkan sarana transportasi negara maju dan juga simbol kerakyatan, jangan lupa, MRT ini juga legacy Jokowi,” kata Eko.
Bukan sekali ini memang Jokowi memilih tempat yang ‘out of the box’ untuk sebuah momen istimewa. Tentu tak lupa pidato kemenangan Jokowi 2014 di kapal phinisi Pelabuhan Sunda Kelapa dan pidato kemenangan 2019 di pemukuman padat penduduk Johar Baru.
Kisah ‘out of the box’ lain terbaca saat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi melantik Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jakarta Timur HR Krisdianto dan Husein Murad di perkampungan kumuh yang kerap jadi lahan pembuangan sampah sementara warga di kawasan Kampung Pulo Jahe RT 07 RW 05, Cakung, Jakarta Timur.
Selain itu, Jokowi juga pernah melantik Walikota Jakarta Utara Heru Budi Hartono –kini menjabat Kepala Sekretariat Presiden di Kementerian Sekretariat Negara- di Waduk Cincin Papanggo, Jakarta Utara yang tampak kumuh dan banyak dipenuhi tanaman eceng gondok.
Jokowi pun pernah melantik Walikota Jakarta Barat Fatahillah di rumah susun sewa (Rusunawa) Tambora. Sementara sebagai Walikota Solo, Jokowi tak segan menggelar rapat di Pasar Banjarsari saat hendak memindahkan pasar itu ke Klitikan Notoharjo, Semanggi.
Eko Sulistyo menegaskan ulang pernyataan Jokowi dalam pertemuan di Stasiun MRT Lebak Bulus.
“Tidak ada lagi yang namanya 01. Tidak ada lagi yang namanya 02. Tidak ada lagi yang namanya cebong. Tidak ada lagi yang namanya kampret. Yang ada, yang ada adalah Garuda Pancasila. Persatuan Indonesia,” kata Eko menirukan Jokowi.
Eko menyatakan, di balik pertemuan ini ada ‘persatuan dan rekonsiliasi substantif’ yang dikemas a la ‘Jokoway’. Banyak orang awalnya menduga pertemuan yang ditunggu-tunggu ini akan berlangsung sangat formal di Istana.
“Yang terjadi, mereka bertemu dalam satu gerbong MRT. Maknanya, dua pemimpin ini berada dalam satu gerbong yang sama: persatuan Indonesia,” urainya.
Eko pun menjabarkan, pertemuan ini benar-benar menunjukkan ‘signature style’ Jokowi yang selalu melibatkan masyarakat di tengah-tengah sebuah momen.
“Akan halnya relasi kedua pemimpin ini, harus ditarik sejarah bahwa hubungan batin mereka memang sudah lama terjalin baik, sejak Jokowi menjaba Walikota Solo. Mereka sahabat lama. Baik Prabowo Subianto maupun Hashim Djojohadikusumo saat itu berkali-kali bertemu Jokowi di Solo,” kenanganya.
Karena itu, meskipun untuk kali kedua berhadapan dalam kontestasi politik tingkat tinggi, ‘rematch’ pemilihan presiden, Eko menyatakan hubungan keduanya sebenarnya biasa saja.
“Tapi bagaimanapun, pertemuan mereka ini sangat penting bagi pembelajaran bangsa ini ke depan. Ini membuat tradisi baik bagi pilpres-pilpres ke depan,” jelasnya.
Eko pun meyakini, pertemuan ini akan menurunkan tensi politik di antara pendukung kedua kubu. “Di level akar rumput, pertemuan ini akan menurunkan hal-hal sama dan lebih terbuka untuk rekonsiliasi,” terangnya.
Eko Sulistyo menekankan, Jokowi merupakan pemimpin bertipe ‘solidarity maker’, pemimpin yang menyatukan. “Di sinilah karakter Jokowi sebagai ‘solidarity maker’ itu benar-benar tampak,” tegasnya.
Di akhir perbincangan, Eko menggarisbawahi, pertemuan dan pembicaraan antara Jokowi dan Prabowo ini harus dimaknai lebih luas, dan bukan disimplifikasi untuk urusan pembagian kursi.
“Bagaimanapun, dalam sebuah pemerintahan yang demokratis, posisi berada di luar dan di dalam pemerintahan itu setara,” pungkasnya.(JApp)