Mantan Wakil Tetap RI untuk Markas PBB di Jenewa Swiss, Makarim Wibisono menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi strategis untuk menjadi pemimpin dalam mengubah sistem kesehatan global yang lebih adil dan setara. Hal itu lantaran keberhasilan Indonesia dalam memperoleh akses vasin H5N1 pada tahun 2008 lalu.
Makarim menyampaikan bahwa Indonesia harus tetap menegaskan bahwa virus adalah bagian dari kedaulatan, sehingga sharing benefit dari penelitian dan produksi virus adalah hak yang harus dinikmati negara berkembang. Untuk memperjuangkan hal tersebut, diplomasi kesehatan harus dilaksanakan beyond traditional diplomacy.
“Diplomasi kesehatan harus melibatkan berbagai aktor dalam negeri untuk terlibat dalam diplomasi, mengingat banyaknya isu-isu yang bersifat teknis dan ilmiah yang perlu diselaraskan dengan diplomasi,” katanya dalam acara kegiatan Focus Group Discussion “Strategi Diplomasi Kesehatan Indonesia dalam Konteks Global” yang diadakan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Multilateral Kementerian Luar Negeri di Depok, (6/3).
Selain Dr. Makarim, hadir pula pembicara-pembicara lainnya pada kegiatan ini diantaranya adalah M. Rahman Rustam (Dirut Bio Farma), Prof. Dr. dr. Adik Wibowo (pengajar FKM UI, mantan country director WHO untuk Nepal dan Myanmar), dan Dr. Syarifah Liza Munira (pengajar FE UI).
Kegiatan dihadiri lebih dari 90 peserta, yang terdiri dari mahasiswa, pelaku kesehatan, pejabat pemerintah, dan kalangan masyarakat.
Kegiatan FGD ini merupakan bagian dari rangkaian proses penyusunan rekomendasi kebijakan yang dapat menjadi guideline bagi Kementerian Luar Negeri dan pemangku kepentingan lainnya untuk menjalankan diplomasi kesehatan.
Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Multilateral Kemlu Siswo Pramono menyatakan bahwa isu kesehatan global tidak hanya berkutat pada isu penyakit menular. Tetapi, yang juga harus menjadi perhatian ialah angka kematian ibu dan anak.
Di tingkat global, angka kematian ibu dan anak masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDG) dan penyakit tidak menular yang mengancam kesehatan global juga semakin menyita perhatian.
“Pada tahun 2015, WHO mencatat 40 juta orang meninggal di seluruh dunia karena penyakit tidak menular.” Ungkapnya.
Sumber: www.kemlu.go.id
Editor: Eva Ulpiati