Jaman, Nasional (5/1) – Mengawali tahun 2017, dunia transportasi laut Indonesia tercoreng dengan terjadinya kasus kebakaran yang menimpa kapal penumpang KM. Zahro Express di Perairan Kepulauan Seribu pada kondisi cuaca yang baik. Kebakaran ini terjadi di daerah Ibu Kota Negara Republik Indonesia sekaligus daerah wisata kebanggaan Bangsa Indonesia yang saat ini sedang gencar mempromosikan wisata sebagai salah satu unsur penghasil devisa yang dihandalkan. Demikian disampaikan oleh Kepala Litbang JAMAN, Cak Siswanto.
Para pihak yang berkepentingn seperti Kementerian Perhubungan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Pemda DKI, dan stake holder lainnya telah melakukan tindakan sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Namun belum ada langkah tindakan yang komprehenship yang mencerminkan pencegahan terjadinya musibah serupa di kemudian hari. Pada kesempatan ini JAMAN sebagai Organisasi Masyarakat yang mempunyai visi mendukung pemerintah dalam Kemandirian Maritim, memberikan masukan bahwa untuk mencegah agar kejadian serupa tidak terulang kembali di seluruh wilayah Indonesia, diperlukan penanganan yang komprehenship yaitu hadirnya Pemerintah di laut yang disiplin dan tegas melaksanakan tupoksinya.
Untuk menjelaskan apa itu hadirnya pemerintah laut yang efektif, sebelumnya kita lihat kondisi keselamatan dan keamanan transportasi laut di Indonesia pada tahun 2016 sebagai berikut : Berdasarkan rilis dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tanggal 03 Januari 2017 menyatakan bahwa, Kecelakaan pelayaran 2016 adalah tertinggi sejak tujuh tahun terakhir. Kapal terbakar atau meledak merupakan jenis kecelakaan transportasi laut paling banyak diinvestigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sejak 2010 hingga 2016. Rilis KNKT per November 2016 menyatakan bahwa dari total 54 kecelakaan, 35 persen disebabkan oleh kebakaran kapal. Selanjutnya, tubrukan kapal menjadi kasus kedua yang paling banyak terjadi sebanyak 31 persen. Sedangkan BeritaTrans.com dan tabloid mingguan BeritaTrans menghimpun terdapat 33 kebakaran kapal selama tahun 2016. Dari jumlah tersebut, kapal jenis tanker merupakan kejadian kebakaran yang terbanyak (12 kapal) karena memang sifat cargo yang sangat mudah terbakar. Posisi kedua adalah jenis kapal ferry/ penumpang (7 kapal). Sisanya tersebar merata untuk jenis kapal ikan, speed boat, general cargo, kapal perang/patrol.
Berdasarkan hasil investigasi KNKT, sekitar 80% penyebab kecelakaan kapal adalah akibat human factor, dan sisanya yang sekitar 20 % disebabkan oleh factor teknis dan factor alam (cuaca). Sedangkan penyebab yang terkait dengan regulasi, manajemen operasi, dan penyebab lainnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga penyebab tersebut di atas. Di sini terlihat bahwa factor manusia sangat dominan peranannya dalam menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran, yang meliputi unsur-unsur pemerintah yang diwakili oleh Syahbandar, Nakhoda & ABK sebagai operator dan wakil pemilik kapal, dan surveyor sebagai lembaga sertifikasi/ auditor. Dari penjelasan tersebut terlihat masih belum efektifnya kehadiran pemerintahan di laut terutama dari sisi penegakan hukum di laut dan penguatan peran pemerintah di laut. Di sisi lain saat ini terjadi tumpang tindih fungsi pemerintahan di laut sebagai contoh, dari sisi patroli keamanan di laut, terdapat 7 lembaga negara yang memiliki kapal patrol untuk melaksanakan tugasnya di laut antara lain Polair, Bakamla, Lanal TNI AL, Satgas KKP, KPLP, Bea Cukai, Otorita Pelabuhan.
Pemerintahan di Laut
Kehadiran Pemerintahan di laut yang efektif, disiplin dan tegas ditandai dengan adanya Coastal state yaitu wakil pemerintah yang bertugas untuk penegakan hukum di laut, Pengawal Laut dan Pantai Indonesia. Tugas ini sesuai dengan tupoksi yang ada, sebaiknya dilakukan oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) bukan oleh KPLP. Port State yaitu wakil pemerintah sebagai otoritas pelabuhan dan kesyahbandaran. Flag State yaitu sebagai Nakhoda yang harus dilakukan dengan professional, disiplin dan tegas. Maka dengan demikian keselamatan dan keamanan pelayaran akan dapat terjamin yang dampaknya dapat menghilangkan ekonomi biaya tinggi di laut.yang. Pada akhir visi pemerintah untuk menjadikan laut Indonesia sebagai pusat bisnis maritim yang aman dan nyaman dapat terealisasi.
Aspek Statutori
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran mengamanatkan bahwa tugas pokok Kantor Kesyahbandaran adalah menjamin keselamatan, keamanan pelayaran dan perlindungan lingkungan. Amanat undang-undang tersebut diikuti dengan berbagai Peraturan Menteri Perhubungan dan Instruksi Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
Untuk mengendalikan keselamatan pelayaran secara internasional diatur dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
• International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS), 1974, sebagaimana telah disempurnakan: Aturan internasional ini menyangkut ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
o Konstruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi listrik, perlindungan api, detoktor api dan pemadam kebakaran);
o Komunikasi radio, keselamatan navigasi
o Perangkat penolong, seperti pelampung, keselamatan navigasi.
o Penerapan ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk di dalamnya penerapan of the International Safety Management (ISM) Code dan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code).
• International Convention on Standards of Training, Certification dan Watchkeeping for Seafarers, tahun 1978 dan terakhir diubah pada tahun 1995.
• International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979.
• International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual (IAMSAR) dalam 3 jilid
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. Syahbandar adalah pejabat pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan terhadap aktifitas bongkar muat kapal, dan menjaga ketertiban lalu lintas kapal di pelabuhan serta mengeluarkan sertifikat ijin berlayar, DITUNJUK DIRJEN HUBLA, atas nama mentri perhubungan. Mulai izin kapal masuk, sandar di dermaga, sampai pemeriksaan kapal dan muatan sebelum berlayar, dilakukan staf Syahbandar
Setiap Kantor Kesyahbandaran musti disiplin dan komit serta tegas terhadap perintah undang-undang pelayaran dengan melakukan berbagai pembenahan, termasuk meningkatkan kemampuan personil agar menguasai apa yang harus di perintahkan dan diwajibkan oleh undang-undang tersebut. Syahbandar merupakan wakil dan kepanjangan tangan Pemerintah atau Kementerian Perhubungan di pelabuhan. Syahbandar bertugas mengurusi dan menegakkan aturan keselamatan kapal dan barang serta orang khususnya anak buah kapal (ABK) yang keluar masuk di pelabuhan.
“Nakhoda itu merupakan wakil syahbandar di atas kapal dalam hal menjaga dan bertanggung jawab terhadap keselamatan kapal. Jadi dia harus mengerti betul tanggung jawabnya sebagai penegak hukum di atas kapal.
Jadi pada kasus terbakarnya kapal penumpang KM. Zahro Express di Perairan Kepulauan Seribu, yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kebakaran, 100 % oleh Nakhoda kapal, sedangkan Syahbandar bertanggung jawab terhadap keselamatan ABK dan penumpangnya. Maka sebelum Syahbandar menerbitkan surat izin berlayar musti melakukan pengecekan yang serius terhadap data-data manifest, kelaik lautan kapal, perangkat keselamatan seperti baju pelampung, perahu sekoci, rakit penolong, radio komunikasi kapal, telpon satelit.
Nakhoda sebelum melakukan permintaan izin berlayar musti melakukan pengecekan secara berkala terhadap kondisi kapalnya terutama untuk melakukan pencegahan kebakaran.
Kebakaran di Kapal
Keluarnya api dari tempat sumbernya di mana sebelumnya tidak ada api disebut dengan pengapian (ignition), sedangkan “flash” adalah istilah yang digunakan atas terjadinya letusan api di tempat baru sebagai akibat dari api yang ada di tempat terdekatnya atau sumber pengapian.Kebakaran di kapal dapat dicegah dengan menemukan secara akurat dan memperbaikinya bila misalnya adanya kebocoran bahan bakar minyak, minyak pelumas, dan gas buang, dll.
Pada kamar mesin khususnya ruang generator kapal, bahaya terbesar dari api adalah yang berasal dari pipa yang bertekanan tinggi yang biasanya berisi bahan bakar yang mengalami bocor. Minyak yang bocor dari pipa tersebut biasanya terjadi pada suhu yang tinggi dari exhaust manifold atau indicator yang sensitif untuk mengetahui adanya api. Oleh karena itu kapal harus dipasang indicator tersebut dan diperiksa oleh surveyor. Pada mesin-mesin kapal yang buatan baru saat ini, biasanya berjenis push-type cover (jenis penutup yang ada indicator). Namun untuk mesin-mesin yang lama biasanya tidak tersedia sehingga cukup sulit untuk memberikan data kebocoran.
Saat ini, pipa bahan bakar bertekanan tinggi biasanya diselubungi (sheathed) dan kebocoran biasanya terjadi pada tangki di bagian bawah mesin yang dikenal sebagai tangki bahan bakar bocor (fuel leak off tank). Menjaga sistem ini sangat penting agar selalu dalam kondisi yang baik dan biasanya dengan cara menguji alarm tangki bahan bakar secara teratur bila terjadi bocor maka akan suara alarm. Oleh karena itu perlu bagi surveyor dan masinis kapal untuk secara rutin menguji alarm tersebut saat melakukan pemeriksaan dan dilaporkan.
Kebocoran bahan bakar terutama disebabkan karena terjadinya getaran pada pipa, klem pipa yang bergesekan dengan pipa sehingga mengakibatkan keausan dan lubang, sambungan pipa yang ada di belakang alat pengukur tekanan yang rusak diakibat oleh adanya sambungan yang sudah tua (umumnya hal ini tidak terlihat secara langsung), kebocoran alat kelengkapan pada boiler (bila ada) dan insinerator dll. Kebocoran ini yang paling umum sebagai “hot spot” api. Oleh karena itu pemeriksaan yang cermat dan berkala harus dilakukan adanya asap pada boiler dan insinerator.
Kebakaran sebagian besar dicegah dengan memberikan penutup yang efektif pada permukaan yang panas seperti misalnya pada turbocharger, gas buang mesin induk, pipa-pipa uap dan pipa yang terdapat minyak panas. Pemeriksaan surveyor harus dilakukan. Penutup dapat dilakukan oleh masinis atau ABK mesin tetapi pada saat proses docking, kontraktor yang memang spesialis dalam hal ini dapat melaksanakan pekerjaan ini akan lebih baik karena memang profesional. Setiap kali terdapat potensi terjadinya kebocoran harus dibersihkan. Harus dibiasakan dan dibudayakan untuk menempatkan kembali segala peralatan setelah pekerjaan selesai. Terlepas dari itu semua, adalah penting untuk memeriksa atau menguji detektor kebakaran atau api secara teratur dan berkala. Ini salah satu item pemeriksaan ISM Code.
Beberapa jenis detektor yang sering digunakan pada kapal yang harus tersedia adalah sebagai berikut:
Detektor api (Flame detectors):
Cahaya yang dihasilkan dari api yang memiliki frekuensi flicker dengan karakteristik sekitar 25Hz. Dengan detector api tersebut, spektrum di kisaran infra merah atau ultra violet tersebut dapat dipantau untuk dapat memberikan alarm. Kebakaran yang disebabkan oleh minyak umumnya tidak akan mengeluarkan asap dan jenis sensor ini lebih banyak dipakai di kapal, terutama pada tempat-tempat yang dekat dengan peralatan penanganan bahan bakar atau boiler, hal ini untuk memberikan peringatan dini. Pada pemeriksaan surveyor ini harus dilakukan uji fungsi.
Detector panas (Heat detectors) :
Detector panas adalah jenis detector yang memiliki dua jenis elemen logam yang dapat mendeteksi (terdiri dari dua strip tebal dan strip tipis). Strip tipis lebih sensitif terhadap adanya kenaikan suhu daripada trip yang tebal. Jika tedapat kenaikan suhu yang mendadak, maka yang strip yang tipis lebih cepat merespon daripada strip yang tebal, kedua strip tersebut dapat bersentuhan satu dengan yang lain. Selama adanya kenaikan suhu normal kedua strip akan mengalami defleksi yang sama dan dengan demikian tidak menunjukkan adanya sentuhan dan reaksi. Biasanya jika laju kenaikan kurang dari 10oC dalam waktu setengah jam, detektor tidak aka memberikan alarm. Tetapi jika tingkat naik sampai 75oC atau lebih, dua strip akan bersentuhan karena defleksi, sehingga memicu adanya alarm.
Detektor asap (Smoke detectors):
Ada dua jenis detektor asap digunakan di kapal
1) Light obscuration type (Jenis yang dapat mengaburkan cahaya)
2) Ionization type Liquid or gas fires (cairan jenis Ionisasi atau gas kebakaran). Jenis ini tidak dapat memberikan asap awalnya tapi akan dapat terbakar secara spontan. Jadi detektor asap kurang begitu efektif untuk kebakaran di kapal. Detector asap ini sebagian besar dipasang dan digunakan dalam ruang-ruang akomodasi.
Pertimbangan pencegahan kebakaran di kapal
Di kamar mesin kapal, tempat pembuangan kain perca atau majun yang digunakan untuk membersihkan minyak harus dilengkapi dengan penutup. Kain majun berminyak tidak boleh tinggal tergeletak di tempat-tempat yang tidak perlu. Tempat penampungan majun harus dilengkapi dengan penutup dan harus disediakan di setiap lantai dan di kedua sisi kapal.
Pipa bahan bakar minyak yang bertekanan tinggi tidak boleh dikeraskan atau diperketat dalam rangka mengontrol adanya kebocoran sementara mesin kapal sedang berjalan atau beroperasi. Ini kadang dilakukan oleh petugas mesin. Minyak tidak boleh diambil selama turbocharger sedang beroperasi. Hal ini kadang terlupakan juga bagi ABK mesin.
Pipa duga yang ada di dek baik kamar mesin maupun di geladak utama harus dijaga selalu dalam keadaan tertutup. Tidak boleh dibiarkan dalam posisi terbuka. Bila terjadi kejadian minyak tumpah dari pipa-pipa duga maka harus dilaporkan karena hal ini awal penyebab kapal terjadi kebakaran. (lihat SOPEP manual).
Kebocoran pipa gas buang dan kebocoran uap harus segera menjadi perhatian khusus.
ABK harus berhati-hati berkaitan dengan kebakaran yang berasal dari dapur, terutama dengan selalu menjaga semua peralatan listrik dalam dapur, kabel-kabel harus terbuat dari marine used harus selalu dalam keadaan baik. Mualim senior dan semua ABK harus selalu mengawasi dapur ketika berada di dapur karena saat tersebut adalah waktu yang tepat untuk mengawasi kondisi dapur dan tetap dijaga secara terus menerus petugas dapur (juru masak kapal).
Salah satu cara yang paling jitu dan paten untuk pencegahan kebakaran dan efektif adalah dengan cara patroli kebakaran. Biasanya manajemen keselamatan kapal selalu menekankan hal ini. Tidak ada cara atau metode yang bisa mengalahkan pemantauan fisik langsung atau dikenal dengan “blusukan”.
Api yang disebabkan oleh rokok juga merupakan salah satu penyebab paling umum dari kebakaran. Semua perhatian atas bahaya rokok di kapal harus selalu dilakukan terutama kegiatan membuang rokok sembarangan (membuang puntung rokok harus dilakukan pada asbak yang berpenutup. Bahkan ada pemilik kapal yang melarang ABK untuk merokok di atas kapalnya. Larangan yang paling keras adalah tidak boleh merokok di tempat tidur.
Pada kapal-kapal jenis tertentu, kebakaran juga dapat disebabkan terjadi selama proses bongkar muat kargo misalnya bongkar muat batu bara dan minyak. Untuk alasan ini, personel kapal harus selalu mendiskusikan karakteristik kargo dan metode pencegahan yang harus dilakukan selama pertemuan safety dan latihan mingguan. Penerapan ISM code yang efektif hal ini harus dilakukan.
Hal-hal tersebut adalah beberapa yang perlu dipertimbangkan agar lingkungan kapal dalam keadaan aman dari kebakaran kapal. Hal tersebut sebenarnya belum semua cara yang dapat kita sampaikan, sebenarnya masih ada cara-cara lainnya untuk mencegah kebakaran kapal. Namun demikian pertimbagan tersebut di atas dapat memberikan gambaran singkat tentang apa yang harus dilakukan di kapal. (Red)