Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tentang penetapan tarif dan perubahan sistem transaksi pembayaran tol, integrasi sistem pembayaran tol Jakarta-Ciawi (Jagorawi) akan segera diberlakukan. Dengan berlakunya sistem ini, tarif perjalanan tol jarak jauh maupun dekat akan disamakan.
Menanggapi Hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Bidang Perhubungan, Infrastruktur, dan Pariwisata M. Eko Purwanto menyatakan bahwa kebijakan tersebut melanggar konstitusi, yakni UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan PP 30/2017 yang merupakan revisi ketiga PP 15/2005 tentang Jalan Tol. Pasalnya, konsesi pengusahaan Tol Jagorawi telah berakhir pada tahun 2008 dan seharusnya digratiskan karena sudah dikembalikan kepada negara.
“Jalan tol seharusnya sudah gratis setelah masa konsesinya berakhir dan kembali pada negara. Tol Jagorawi harusnya sudah gratis sejak 9 tahun lalu,” jelas Eko dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (11/09/2017).
Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah merevisi Pasal 51 PP No. 15 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa: 1. Selain ditetapkan menjadi jalan umum tanpa tol, jalan tol yang telah selesai masa konsesinya dapat tetap difungsikan sebagai jalan tol oleh Menteri atas rekomendasi BPJT dalam hal: a. mempertimbangkan keuangan negara untuk pengoperasian dan pemeliharaan; b. untuk peningkatan kapasitas dan pengembangan jalan tol yang bersangkutan; dan/atau c. mendukung pengusahaan jalan tol lainnya yang layak secara ekonomi, tetapi belum layak secara finansial yang ditugaskan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara.
Ia juga mempertanyakan posisi Jasa Marga sebagai badan Usaha yang dimiliki oleh negara dalam pengusahaan jalan tol. Karena peran Jasa Marga dalam pengusahaan jalan Tol Jagorawi dianggap masih sangat kecil. “Posisi Jasa Marga ini masih sama seperti yang lama atau sudah mendapatkan penugasan dari Pemerintah, dalam hal ini Kementerian PUPera?”
Dalam PP No. 30/2017 Pasal 20 ayat (2) menyebutkan bahwa pelaksanaan pengusahaan jalan tol dilakukan melalui kegiatan pendanaan, perencanaan teknis, dan pelaksanaan konstruksi jalan tol oleh pemerintah yang selanjutnya pengoperasian dan pemeliharaan dilakukan oleh badan usaha.
Terkait pendanaan oleh pemerintah untuk pengusahaan jalan tol terbatas, pemerintah dapat menugaskan BUMN untuk melaksanakan seluruh pengusahaan jalan tol atau meneruskan pengusahaan jalan tol yang belum diselesaikan oleh pemerintah, termasuk pengoperasian dan pemeliharaannya.
Jika memang penugasan, tambah Eko, tidak seharusnya kebijakan kenaikan tarif Tol Jagorawi dilaksanakan bersamaan dengan keluarnya PP terkait jalan tol. “Kalau seperti ini kan tidak ada sosialisasi yang massif sebelumnya.”
Eko meminta agar peran besar BUMN dalam pengelolaan jalan tol, terutama Tol jagorawi. Pasalnya, konstitusi telah mengamanatkan bahwa penguasaan dan pengusahaan jalan tol adalah wewenang pemerintah.
Menurutnya, jalan tol memegang peran penting dalam meningkatkan hasil dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa untuk menunjang peningkatan dan pemerataan ekonomi nasional.
“Peran BUMN haruslah lebih besar daripada badan usaha swasta, karena saat ini jalan tol penting kegunaannya bagi masyarakat dan sudah menjadi hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” tutup Eko.(red)