Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa perguruan tinggi akan selalu memegang peranan sentral dalam pembangunan bangsa dan negara. Meski demikian, perguruan tinggi tetap harus berbenah.
“yang harus kita waspadai adalah tantangan zaman yang selalu berubah dan sangat dinamis,” kata Presiden berkesempatan untuk memberikan kuliah umum di hadapan para mahasiswa dan sejumlah guru besar dalam peringatan Dies Natalis ke-68 UGM di Sleman, Yogyakarta, Selasa (19/12).
Perkembangan teknologi dirasakan sedemikian cepat. Teknologi yang baru saja muncul secara tiba-tiba sudah bersiap untuk digantikan oleh teknologi yang lebih baru.
“Perkembangan ini tentu sangat memengaruhi tantangan bagi pendidikan tinggi. Lahirnya teknologi baru membuat beberapa jenis pekerjaan hilang. Tukang Pos yang dulu sangat penting sekarang ini tidak dikenal lagi,” ucapnya.
Tak hanya itu, Jokowi menyampaikan bahwa perkembangan teknologi juga amat memengaruhi dunia bisnis. Di berbagai belahan dunia kita menyaksikan satu per satu industri yang tidak siap beradaptasi dengan perubahan tak sanggup berhadapan dengan industri-industri baru yang lihai memanfaatkan teknologi.
“Bahkan dunia politik dan pemerintahan juga harus menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai macam inovasi. Pemerintahan dipaksa untuk kerja cepat dan efisien,” ia menambahkan.
Hal-hal seperti inilah yang perguruan tinggi harus mampu meresponsnya. Menurut Jokowi, perguruan tinggi harus mampu untuk mendidik dan menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang sangat dibutuhkan di masa mendatang serta yang sanggup membangun lapangan kerja baru bagi jutaan masyarakat.
“Yang justru sangat penting ditingkatkan jumlahnya adalah para entrepreneur, para usahawan, yang akan menghasilkan peluang kerja baru dan membangun nilai tambah,” jelasnya.
Jokowi berkunjung kembali ke almamater yang telah membesarkannya. Saat mengunjungi Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai agenda pertama dalam kunjungan kerja ke enam provinsi mulai hari ini, Selasa, 19 Desember 2017, Ia berkesempatan untuk memberikan kuliah umum di hadapan para mahasiswa dan sejumlah guru besar dalam peringatan Dies Natalis ke-68 UGM.
Kembali menjejakkan kaki di Kampus Biru membuatnya teringat kembali kenangan selama 37 tahun silam. Kenangan itulah yang pertama disampaikan di awal kuliah umum yang diselenggarakan di Grha Sabha Pramana UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Sebagai mahasiswa yang berambut gondrong bercelana cutbrai, bercita-cita menjadi pegawai Perhutani. Ternyata malah menjadi Presiden Republik Indonesia,” ujarnya yang disambut riuh tepuk tangan.
Ia mengakui, bahwa pendidikan yang diberikan oleh almamaternya itu membuatnya mampu memberikan sumbangan tenaga dan pikiran untuk bangsa seperti sekarang ini.
“Pendidikan yang membuat alumninya mencintai Indonesia, yang melahirkan para pembela Pancasila, yang menancapkan jiwa kerakyatan, yang menanamkan integritas dan profesionalisme,” tutupnya. (HK)