Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyampaikan bahwa pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus diserahkan langsung kepada rakyat, terutama untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.
Hal itu disampaikan oleh Jonan saat melakukan kunjungan langsung ke lokasi sumur bor air tanah di Pondok Pesanteren Raudlatul Ulum, Desa Suci, Kabupaten Jember, Jawa Timur, beberapa hari yang lalu.
Sumur bor tersebut merupakan satu dari total 53 sumur lokasi sumur bor di Jawa Timur yang diresmikan oleh Menteri ESDM pada saat kunjungan tersebut.
Jonan menyampaikan, 53 sumur bor air tanah tersebut dibangun di desa pada 18 kabupaten/kota di Jawa Timur yang merupakan daerah-daerah sulit air. Sumur bor dibangun dengan pembiayaan APBN tahun 2017.
“Pemanfaatan APBN harus dirasakan langsung oleh masyarakat terutama menengah kebawah. APBN adalah uang rakyat, jadi kembali ke rakyat. Sumur bor air tanah untuk daerah sulit air merupakan bagian dari pelayanan berkeadilan sosial, yang terjemahan kita adalah semua kebutuhan dasar bagi seluruh warga sebisa mungkin terpenuhi,” ungkapnya.
Tidak seperti sumur bor pada umumnya, sumur bor yang dibiayai APBN tersebut memiliki kedalaman sekitar 125 meter dengan debit air 2 liter per detik. Satu sumur bor dapat melayani hingga lebih dari 2.000 jiwa per sumur.
Dalam 12 tahun terakhir, Kementerian ESDM telah membangun 1.782 sumur bor air tanah yang dapat melayani sekitar 5 juta jiwa, termasuk 53 sumur diantaranya tersebar di wilayah Jawa Timur yang dapat melayani sekitar 120 ribu jiwa. Sedangkan untuk tahun 2018, rencana pembangunan sumur bor air tanah sebanyak 550 lokasi, termasuk 78 lokasi di Jawa Timur.
Sumur bor di Pesanteren Raudlatul Ulum dapat melayani kebutuhan air bersih bagi seluruh santri dan masyarakat sekitar dengan kapasitas layanan lebih dari 1.400 jiwa.
Sebanyak 350 santri termasuk 150 santri yang menetap atau tinggal di pesanteren, kini bisa memenuhi kebutuhan air bersih untuk kegiatan sehari-hari.
Sebelum ada sumur bor tersebut, kegiatan di pesantren yang didirikan tahun 1988 tersebut tidak bisa maksimal karena kekurangan air. Santri harus pergi jalan kaki sejauh 2 km untuk mandi. Bahkan untuk ambil air wudhu pun sulit.
Sumber: www.esdm.go.id
Editor: Hendri Kurniawan