Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan bahwa angka kemiskinan Indonesia adalah 9,82%. Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan bahwa pada Maret 2018, untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, angka kemiskinan menyentuh persentase angka satu digit.
“Kalau dilihat sebelumnya, biasanya 2 digit, jadi ini memang pertama kali dan terendah,” kata dia saat menggelar konferensi pers di kantornya, beberapa waktu yang lalu.
BPS mencatat, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2018 adalah 25,95 juta orang. Angka itu menurun, jika dibanding September 2017, yaitu 26,58 juta orang (10,12 persen). Indonesia pernah mencapai tingkat kemiskinan tertinggi di tahun 1999, sebesar 23,43 persen atau setara dengan 47,97 juta penduduk.
Selanjutnya, angka kemiskinan secara bertahap menurun meski sempat beberapa kali naik pada periode tertentu. Hingga Maret 2018 tembus di bawah 10 persen.
BPS menjelaskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, yang diukur dari pengeluaran. Artinya, orang yang pengeluarannya di bawah angka rata-rata garis kemiskinan termasuk warga miskin.
Untuk bulan Maret 2018, angka rata-rata garis kemiskinan adalah Rp401.220 per kapita per bulan. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada 2017, yang pada semester pertama (Maret) berjumlah Rp361.496 dan Rp 370.910 pada semester kedua 2017.
Meskipun persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai rekor terendah, penyebarannya tidak merata. Penduduk miskin yang tinggal di desa lebih banyak dari penduduk yang miskin kota.
Persentase penduduk miskin di perkotaan per Maret 2018 sebesar 7,02 persen, turun dibandingkan September 2017 sebesar 7,26 persen. Sama halnya dengan di perdesaan, di mana persentasenya pada Maret 2018 sebesar 13,20 persen, turun dari posisi September 2017 sebesar 13,47 persen.
Secara wilayah, tingkat kemiskinan terbanyak di Pulau Jawa mencapai 13,94 juta, Sumatera 5,98 juta, Sulawesi 2,06 juta, Bali dan Nusa Tenggara 2,05 juta, Maluku-Papua 1,53 juta, dan Kalimantan 980 ribu. Di Maluku dan Papua, 29,15% penduduk yang tinggal di desa masih miskin. Di kota, hanya 5,03% penduduk masuk kategori miskin.
Di Bali dan Nusa Tenggara, 17,77% penduduk desa masuk kategori miskin. Daerah dengan persentase penduduk miskin terendah adalah di Kalimantan, 7,6% (di kota 4,33%).
BPS juga menjelaskan bahwa ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin pun berkurang. Rasio gini pada Maret 2018 adalah 0,389. Angka ini turun dari rasio gini setahun lalu, Maret 2017 sebesar 0,391.
Sebagaimana diketahui, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk diukur dengan angka rasio gini. Saat rasio gini semakin mendekati angka satu, artinya ketimpangan semakin besar. Ketika rasio gini semakin dekat ke angka nol, artinya sudah ada kesetaraan dalam pengeluaran penduduk.
Dalam catatan BPS, ada beberapa faktor faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan dari September 2017 hingga Maret 2018; Pertama adalah inflasi pada periode September 2017 ke Maret 2018 mencapai 1,92 persen, serta rata-rata pengeluaran per kapita tiap bulan untuk rumah tangga di 40 persen lapisan terbawah yang tumbuh 3,06 persen.
Kedua, faktor bantuan sosial tunai dari pemerintah yang tumbuh 87,6 persen pada kuartal I 2018 atau lebih tinggi dibanding kuartal I 2017. Ketiga, program beras sejahtera ( rastra) dan dan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) pada kuartal I 2018 yang tersalurkan sesuai jadwal. Berdasarkan data BPS yang dihimpun dari berbagai sumber, tercatat bahwa realisasi distribusi rastra Januari sebanyak 99,65 persen dari alokasi pemerintah. Lalu, Februari mencapai 99,66 persen, dan Maret 99,62 persen.
Menurut BPS, makanan yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan di kota dan desa adalah beras, rokok kretek filter, daging sapi, telur ayam ras, mi instan dan gula pasir. Selain makanan, kebutuhan yang pengaruhnya besar adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi.
Kedepan, faktor inflasi bahan pangan patut jadi perhatian. Sebab angkanya cukup fluktuatif; inflasi bahan pangan untuk beras mencapai 8,57 persen, telur ayam ras 2,81 persen, daging ayam 4,87 persen, cabai rawit 49,91 persen, dan cabai merah 53,87 persen. Sedangkan gulai pasir harganya turun 4,19 persen, minyak goreng minus 0,6 persen, dan daging sapi minus 0,37 persen.
Reporter: Rahmawati Alfiyah