Home Nasional Paska G30S: Angkatan Laut dan Angkatan Udara Pasang Badan untuk Sukarno

Paska G30S: Angkatan Laut dan Angkatan Udara Pasang Badan untuk Sukarno

802
0
SHARE



Oleh Andra Ashadi

Jamaninfo.com, Opini – Paska peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965, posisi Presiden Sukarno menghadapi ujian besar dari berbagai kelompok politik dan militer. Namun, di tengah-tengah meningkatnya ketegangan, Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU) secara eksplisit menunjukkan sikap loyalitas dan dukungan terhadap Sukarno. Tindakan ini menarik perhatian karena terjadi saat Angkatan Darat (AD), di bawah pimpinan Soeharto, mulai menguatkan posisinya dalam pemerintahan dan mengambil langkah untuk memberangus Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dianggap sebagai dalang G30S. Dukungan dari AL dan AU terhadap Sukarno bukan hanya cerminan dari kesetiaan personal, tetapi juga merupakan bagian dari dinamika politik dan ideologi yang lebih luas pada masa itu.

1. Latar Belakang Politik Militer di Indonesia Pasca G30S


Pada masa awal kemerdekaan, militer Indonesia tidak terorganisir dalam satu kesatuan yang homogen. Tiap cabang angkatan memiliki orientasi politik yang berbeda. Angkatan Darat cenderung lebih konservatif dan anti-komunis, sedangkan Angkatan Laut dan Angkatan Udara banyak terpengaruh oleh pandangan progresif dan revolusioner, serta memiliki hubungan dekat dengan Sukarno dan gerakan rakyat. Pasca G30S, perbedaan ini semakin tajam. Angkatan Darat, dengan cepat, mengambil posisi dominan dan memulai pembersihan terhadap simpatisan komunis, termasuk beberapa tokoh militer dan sipil yang dianggap pro-Sukarno atau terlalu dekat dengan PKI.

Dalam konteks ini, dukungan Angkatan Laut dan Angkatan Udara untuk Sukarno dapat dilihat sebagai upaya untuk mempertahankan status quo revolusi dan mempertahankan garis ideologi yang lebih dekat dengan semangat revolusioner yang dibawa Sukarno sejak masa perjuangan kemerdekaan.

2. Peran Angkatan Laut dalam Mendukung Sukarno
Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) di bawah kepemimpinan Laksamana Madya RE Martadinata adalah salah satu cabang militer yang paling setia kepada Sukarno. Sikap ini didorong oleh keterlibatan Sukarno dalam memperkuat maritim nasional dan pandangan global Sukarno yang memproyeksikan kekuatan Indonesia sebagai negara maritim yang besar. Martadinata, sebagai tokoh kunci, menolak untuk terlibat dalam gerakan anti-komunis yang digalang oleh Angkatan Darat. Sebaliknya, AL tetap mempertahankan dukungan politik kepada Sukarno dengan alasan mempertahankan revolusi yang sedang berlangsung.

Peran AL dalam menjaga loyalitas ini juga dapat ditinjau dari perspektif ekonomi dan geopolitik. Sukarno, yang sangat memperhatikan pembangunan angkatan laut sebagai salah satu pilar kekuatan Indonesia, berhasil menumbuhkan rasa kebanggaan dan loyalitas di antara perwira-perwira AL. Selain itu, keberpihakan AL terhadap Sukarno juga didorong oleh keinginan untuk menjaga pengaruhnya di tengah-tengah meningkatnya kekuatan politik Angkatan Darat.

3. Angkatan Udara: Loyalitas Ideologis dan Strategis


Angkatan Udara di bawah komando Laksamana Madya Omar Dani adalah kekuatan militer yang paling vokal mendukung Sukarno, terutama karena adanya kedekatan ideologis. Banyak perwira AU yang bersimpati pada gagasan revolusi dan sosialisme yang didorong Sukarno. Kedekatan AU dengan PKI sebelum G30S juga menambah alasan mengapa mereka lebih memilih untuk tetap setia kepada Sukarno daripada bergabung dengan Angkatan Darat dalam gerakan anti-komunis.

Pasca G30S, Omar Dani dan beberapa perwira AU dituduh terlibat dalam gerakan tersebut, meskipun keterlibatan itu tidak pernah terbukti secara meyakinkan. Tuduhan ini merupakan bagian dari upaya  untuk melemahkan pengaruh AU, yang dalam beberapa hal lebih dekat dengan Sukarno. Kendati demikian, AU tetap berusaha mempertahankan dukungan mereka kepada Sukarno hingga posisi mereka secara politis dan militer mulai tergerus oleh dominasi Angkatan Darat terlebih saat suharto berkuasa yang dimana panglima ABRI harus dari Angkatan Darat.

4. Implikasi Dukungan AL dan AU untuk Sukarno


Dukungan yang diberikan oleh AL dan AU kepada Sukarno memiliki implikasi politik yang signifikan. Secara ideologis, hal ini menunjukkan adanya perpecahan internal dalam militer Indonesia kala itu. Jika AD mengambil posisi keras untuk mengakhiri pengaruh PKI dan, pada akhirnya, menurunkan Sukarno dari tampuk kekuasaan, maka AL dan AU berupaya untuk mempertahankan kekuasaan Sukarno sebagai simbol kontinuitas revolusi Indonesia.

Namun, dukungan ini pada akhirnya gagal mencegah runtuhnya kekuasaan Sukarno. Dengan meningkatnya kekuatan politik Soeharto, serta dukungan dari Amerika Serikat dan kekuatan Barat lainnya yang khawatir terhadap pengaruh komunisme di Asia Tenggara, upaya AL dan AU untuk menyelamatkan Sukarno tidak berhasil. Pada 1966, Sukarno dipaksa menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), yang pada akhirnya menjadi awal dari transisi kekuasaan kepada Soeharto dan era Orde Baru.

5. Kesimpulan


Peran Angkatan Laut dan Angkatan Udara dalam mempertahankan loyalitas kepada Sukarno pasca G30S adalah bukti kompleksitas dinamika politik dan militer Indonesia pada masa itu. Kedua cabang militer ini tidak hanya setia kepada Sukarno secara personal, tetapi juga kepada visi ideologisnya mengenai revolusi dan masa depan Indonesia. Namun, dengan dominasi politik dan militer yang semakin kuat dari Angkatan Darat di bawah Soeharto, dukungan dari AL dan AU tidak cukup untuk mencegah runtuhnya rezim Sukarno, yang di sebabkan karna Sukarno sendiri tidak menginginkan terjadinya perang saudara yang akan memakan korban jiwa sangat besar, sebagaimana terkomfirmasi dalam beberapa literatur sejarah Angkatan Laut dan Angkatan Udara sudah menyiagakan Alutsista-nya menunggu perintah Sukarno.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here