Perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2018 telah selesai dilaksanakan. Masyarakat di 171 daerah bergembira ria dengan pesta demokrasi tingkat daerah tersebut.
Laiknya kontestasi politik, tentu ada yang kalah dan menang, ada yang terpilih dan tidak terpilih. Hal itu pula yang dirasakan oleh partai PDI Perjuangan.
Sebagaimana diketahui, dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, PDI Perjuangan mengusung 17 pasangan calon. Namun, berdasarkan hasil hitung cepat dari beberapa Lembaga survei, hanya 4 paslon yang berhasil memenangkan pertarungan.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menegaskan bahwa kekuasaan dalam politik bukanlah segala-galanya dan bukan hal yang harus didapatkan dengan segala cara.
“Kekuasaan itu hanyalah alat, guna menciptakan seluruh kebijakan dan program agar tercapailah cita-cita masyarakat adil dan makmur. Dan dalam memeroleh kekuasaan itu, rakyatlah yang berdaulat. Rakyat merdeka di dalam memilih pemimpinnya,” ujar Hasto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (27/6).
Hasto menilai, pilkada serentak kini sering menampilkan ambisi kekuasaan yang luar biasa, sehingga pelbagai cara dilakukan, bahkan hingga ada yang berpikiran sempit dengan memanipulasi daftar pemilih tetap, menggunakan alat penyelenggara pemilu yang seharusnya netral, politik uang, hingga menghilangkan hak pilih warga.
“PDI Perjuangan sangat prihatin terhadap praktik politik menghalalkan cara tersebut,” tegasnya.
Menurutnya, ambisi orang per orang dan kelompok menjadi begitu dominan dalam Pilkada saat ini. bahkan, lanjut Hasto, hal itu sampai merusak keadaban politik Indonesia.
“sampai ada tokoh nasional berbicara tentang identitas pemimpin hanya dari air minumnya dari mana, dan makan daging dari mana, kamu sukunya apa. Padahal yang namanya restoran Padang pun telah diterima menjadi identitas makanan nasional yang begitu lezat, tanpa bertanya bahwa itu makanan dari mana. Orang Sumatera Utara, Papua, Jawa, Bugis dan lain-lain bisa diterima secara luas di seluruh penjuru nusantara dan hidup rukun sebagai bangsa,” tukasnya.
Ia juga menyesalkan masih adanya kelompok yang memiliki pikiran sempit dan mengaburkan kenyataan bahwa Indonesia dibangun untuk semua, untuk semua suku, semua warga bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, status sosial, jenis kelamin dan pembeda lainnya. “Persatuan dan kesatuan di atas segalanya,” tandas Hasto.
Hasto menyampaikan bahwa menang maupun kalah dalam pilkada bukanlah kiamatnya demokrasi. “Ibu Megawati selalu berpesan bahwa menang dan kalah hanya 5 tahun. Kalah kita perbaiki diri dan menang jangan korupsi. Lalu kenapa banyak yang menjadikan pilkada sebagai pertarungan hidup mati sehingga keadaban pun dikorbankan? Kenapa hanya demi kekuasaan lalu memertaruhkan segalanya, termasuk kehendak bersama sebagai bangsa ber Pancasila. Maka sebaiknya, semua pihak memerjuangkan kualitas demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jangan pernah memprovokasi rakyat dengan pemikiran sempit, apalagi kerdil,” pungkasnya.
Reporter: Eko “Gajah”