LNG atau Gas Alam Cair menyimpan energi potensial yang dalam thermodinamika disebut Exergy, yang berupa energi dingin. Energi dingin LNG muncul dari hasil pertukaran energi antara sistem dan lingkungan pada saat proses regasifikasi, yaitu saat perubahan dari fase cair menjadi fase gas dan saat ekspansi volume.
Menurut perhtungan para ahli, 1 ton LNG berpotensi menghasilkan energi listrik sekitar 250 kWh. Pemanfaatan energi dingin LNG untuk membangkitkan listrik juga akan mengurangi pemakaian batubara dan bahan bakar fosil lainnya, sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dari 12 negara pengimpor utama LNG dunia (Jepang, Thailand, Singapura, Taiwan, China, India, Korea, Inggris, Spanyol, Italia, Belgia, Prancis), hanya Jepang (60%) dan Cina (10%) yang memanfaatkan energi dingin dari LNG tersebut. Korea, Taiwan, dan India dikabarkan mulai mengikuti langkah Jepang dan China.
Pemanfaatan energi dingin LNG untuk pembangkit listrik di China diperkirakan menghemat konsumsi batubara sekitar 2,356 juta ton, sekaligus mengurangi emisi CO2 hingga 6,173 juta ton.
Jepang merupakan negara yang paling maju dalam pemanfaatan energi LNG. Negara Sakura ini mampu memanfaatkan energi dingin secara bertingkat sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi, seperti pengolahan limbah, pembuatan nitrogen cair, pembangkit listrik, hingga cold storage untuk ikan dan daging.
Potensi Indonesia
Indonesia adalah negara produsen LNG terbesar ke-2 di dunia. Saat ini terdapat 3 LNG Plant yang beroperasi di Indonesia, yaitu Badak Kaltim, Tangguh Papua Batat, dan Donggi Senoro. Ketiganya merupakan ‘pabrik’ pembuatan LNG, dimana gas metana diubah menjadi cair. Mayoritas untuk kebutuhan ekspor ke berbagai negara terutama Jepang, China, Korea, Taiwan, dan baru-baru ini mengikat kontrak pembelian yaitu India dan Pakistan.
Walau demikian, hanya terdapat 3 terminal penerima LNG yang beroperasi di Indonesia, yaitu FSRU Jawa Barat di Teluk Jakarta, FSU/FRU di Benoa Bali, dan LNG Terminal Arun, di NAD.
Menurut Pelindo II yang mengelola teminal LNG terapung (FSU/FRU) di Benoa Bali, terminal dengan kapasitas 50 MMSCFD dapat mendinginkan 5.000 metrik ton air per hari pada suhu minus 2 C. Cukup untuk mendinginkan seluruh terminal dan bangunan di Bandara Denpasar.
FSRU (terminal LNG terapung) Jawa Barat yang mengapung 15 km di teluk Jakarta, memiliki kapasitas 400 MMSCFD untuk memasok gas ke PLTGU Muara Karang dan PLTGU Tanjung Priok. Proses regasifikasi 400 MMSCFD gas alam tersebut berpotensi menghasilkan energi dingin yang dapat dikonversi manjadi energi listrik sebesar hingga 80 MWh. Energi dinginnya juga dapat dimanfaatkan untuk cold storage perikanan di Muara Baru, atau mendinginkan berbagai bangunan di pesisir utara Jakarta.
Pada terminal LNG Arun di Lhokseumawe Aceh yang berkapasitas 12 juta ton LNG per tahun, energi dinginnya dapat menghasilkan listrik hingga 300 MWh. Selain itu, energi dingin masih cukup untuk dimanfaatkan bagi aplikasi lainnya seperti cold storage, pendingin gedung, dan lain-lain.
Pertanyaannya, Bagaimana dan kapankah kita mewujudkan pemanfaatan energi Dingin LNG di atas?
Salam Kemandirian Energi
Qbond
Bid Energi DPP JAMAN