Perhatian pemerintah benar-benar difokuskan pada upaya pemerataan dan mengurangi ketimpangan. Setelah sebelumnya upaya tersebut diarahkan pada pemerataan pembangunan, kini pemerintah lebih memfokuskan diri pada upaya pemerataan di bidang ekonomi. Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas mengenai kebijakan pemerataan ekonomi di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, 7 Februari 2017.
Mengawali arahannya, Presiden terlebih dahulu menyinggung upaya pemerintah dalam beberapa tahun ke belakang. Selama waktu tersebut, upaya mengatasi ketimpangan dilakukan dengan mempercepat pembangunan infrastruktur yang tidak hanya terpusat di Pulau Jawa. Selain itu, pemerintah juga menaikkan alokasi anggaran untuk pembangunan daerah dan desa.
“Dengan cara itu kita ingin pergerakan ekonomi nasional tidak hanya berpusat di Jawa, melainkan bisa menyebar secara merata dan berkeadilan sampai ke seluruh pelosok Tanah Air, termasuk di wilayah-wilayah pinggiran Indonesia,” ujarnya menerangkan.
Setelah upaya pembangunan infrastruktur dilaksanakan, mulai tahun ini, Kepala Negara menginstruksikan kepada jajarannya untuk lebih berfokus pada sektor ekonominya. Utamanya yang berkaitan dengan ketimpangan antara yang kaya dan miskin.
“Saya minta agar kebijakan pemerataan ekonomi ini betul-betul bisa menyentuh 40 persen lapisan kelompok masyarakat terbawah,” ucapnya.
Oleh karenanya, dalam kesempatan tersebut Presiden Joko Widodo mendorong dilakukannya terobosan-terobosan kebijakan terkait hal tersebut. Salah satu yang disebutnya ialah kebijakan redistribusi aset yang belakangan telah digalakkan.
“Untuk itu diperlukan langkah-langkah terobosan kebijakan baik melalui redistribusi aset, langkah-langkah afirmasi untuk memberikan kesamaan kesempatan, serta peningkatan akses pendidikan dan keterampilan bagi 40 persen kelompok masyarakat terbawah,” kata Presiden.
Persoalan lahan dalam kebijakan redistribusi aset memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Sebab, berdasarkan data yang disampaikan kepada Presiden, penguasaan lahan di Indonesia saat ini masih terkonsentrasi di kalangan korporasi. Bahkan, data tersebut mengungkap bahwa para pengumpul lahan besar hanya membayar kurang dari seperempat dari nilai pajak transaksi yang harus disetorkan ke negara.
“Untuk itu, kita harus memberikan akses lahan bagi penduduk kurang mampu, petani gurem, atau buruh tani yang tidak memiliki lahan sehingga tercipta skala ekonomi untuk meningkatkan pendapatan mereka. Harus segera kita tata lagi melalui reforma agraria dan sistem pajak yang berkeadilan,” ucap Presiden dengan tegas.
Lebih lanjut, akses permodalan dan pendidikan bagi kelompok masyarakat lapisan terbawah juga disinggungnya. Dari segi permodalan, Kepala Negara meminta jajarannya untuk lebih memperluas akses terhadap permodalan dan menyediakan skema-skema khusus terhadap kredit usaha rakyat (KUR).
“Karena saya lihat yang ada saat ini masih bersifat umum,” ucapnya.
Sementara dari segi pendidikan sendiri Presiden berharap agar ke depannya Indonesia mampu membalik piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini masih didominasi oleh lulusan SD dan SMP. Tenaga kerja yang terdidik dan berketerampilan merupakan tujuan utama dari hal tersebut.
“Artinya kita perlu melakukan perombakan besar-besaran pada sistem pendidikan dan pelatihan vokasi sehingga lebih fokus pada penyiapan SDM di sektor-sektor unggulan seperti maritim, pertanian, pariwisata, dan industri kreatif,” ujarnya mengakhiri arahan.
Jakarta, 7 Februari 2017
Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden
Bey Machmudin