Dalam kunjungan kerjanya di Provinsi Papua, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama rombongan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memantau perkembangan pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Merauke.
Meski pembangunan SKPT Merauke belum sepenuhnya rampung, beberapa kapal sudah mulai berpindah ke lokasi ini.
Susi mengungkapkan, masih ada beberapa fasilitas penunjang yang perlu ditambahkan sebelum SKPT Merauke diresmikan. Saat ini telah dibangun kantor layanan, cold storage, ice flake machine, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dermaga, dan fasilitas air bersih.
Namun, beberapa fasilitas penunjang seperti depot bahan bakar minyak (SPDN), rumah singgah nelayan, kedai makan, dan gudang-gudang logistik masih perlu ditambah.
“Saya kunker (kunjungan kerja) ke sini bukan meresmikan karena masih banyak kekurangan-kekurangan dan belum semuanya selesai. Yang jelas kerjaan sudah kelihatan, kapal-kapal juga sudah banyak di sini. Jadi nanti TPI bsa jalan. Kalau TPI sudah jalan, proses sudah jalan, sebagian sudah bisa mulai. Nanti kita resmikan kalau semuanya sudah jadi satu,” ungkap Susi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja menuturkan, saat ini pemerintah tengah fokus mendorong masyarakat Merauke dan Papua secara umum untuk ikut serta mendukung pembangunan SKPT ini.
“KKP tahun ini akan menyiapkan 60 kapal yang langsung akan dibangun di Merauke sendiri dengan konsep cash for work dan mereka akan membangun kapal sesuai dengan kebutuhan mereka. Kapalnya dari kayu, dan itu untuk orang Merauke semuanya. Dengan begitu rasa memiliki bahwa ini SKPT untuk masyarakat Merauke akan terjadi,” tutur Sjarief.
Dengan pembangunan SKPT ini diharapkan transaksi usaha perikanan Papua akan meningkat. Untuk itu, pemerintah juga tengah mengupayakan dukungan penambahan fasilitas kapal angkut dengan menggandeng BUMN seperti Perum Perindo dan PT Pelni untuk menekan biaya logistik. Dengan demikian, harga ikan dari SKPT Merauke dapat bersaing di pasaran.
“Kalau layanan kapal angkut sudah bagus, saya yakin harga otomatis akan turun karena biaya penyimpanan akan bisa ditekan. Ketidakpastian kapal angkut membuat mereka (nelayan) bisa menunggu kadang-kadang 2 minggu, kadang-kadang sebulan, sehingga biaya penyimpanan di dalam kapal dan cold storage jadi tinggi. Nah, itu yang menyebabkan ikan ini jadi agak sulit untuk bergerak ke Jawa. Kita ingin memperbanyak pengangkutan,” papar Sjarief.
Hal ini sesuai dengan semangat yang diusung dalam pembangunan SKPT di titik-titik terluar pulau Indonesia. Sebagaimana diungkapkan Susi, SKPT dibangun bukan sekadar sebagai program pemerintah yang dapat dilihat dan dinilai, melainkan sesuatu yang benar-benar dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Menurut Susi, sebelum pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing digalakan, baik pemerintah maupun masyarakat tidak dapat merasakan manfaat dari berlimpahnya sumber daya laut Indonesia. Menurutnya, kini sudah saatnya sumber daya laut dikembalikan kepada bangsa Indonesia.
“Mana nelayan asli Papua? Sedikit sekali. Saya dengan pemerintah istilahnya mencoba mengembalikan sumber daya alam ini untuk anak-anak Papua, untuk bangsa Indonesia. Tapi kemampuan kita masih jauh. Kalau kita sudah punya SKPT, ada cold storage, ada nelayan, kita buat perahu kecil ada 100 misalnya, kapal 5 GT ada 100, kapal besar ada 100, kapal besar lagi ada 100, semua lengkap di wilayah terluar pulau-pulau atau perbatasan,” ujarnya.
“Mungkin nanti (saat aktivitas SKPT sudah berjalan) Pak Bupati buat Perda, semua ikan harus dilelang dan retribusinya berapa dipungut oleh Pemda,” tambahnya.
Semangat ini juga diamini oleh Bupati Merauke Frederikus Gebze. Frederikus mengungkapkan, laut Papua harus dimanfaatkan untuk mengangkat harkat, martabat, taraf hidup, dan ekonomi masyarakat di wilayah pesisir. Untuk itu, ia juga meminta agar nelayan saling bertukar informasi dan keahlian demi kemajuan bersama.
“Nelayan harus saling tukar informasi. Kalau bisa bikin jaring ajarkan pada yang lain agar yang lain juga bisa bikin. Laut itu terbentang luas, perjuangan masing-masing, tapi untuk bertahan harus saling berbagi,” katanya.
“Kalau ikan di laut saja bisa kita jaga, bagaimana orang Papua tidak bisa kita buat maju di tanah ini,” imbuhnya.
Sebagaimana dilaporkan Pjs. Gubernur Papua Sudarmo, kebijakan moratorium kapal asing selama ini telah berdampak terhadap meningkatnya stok ikan dan kesejahteraan nelayan dengan jarak penangkapan yang semakin dekat. Jumlah nelayan tahun 2013-2017 pun meningkat sebesar 1,1 persen.
Di tahun 2017, jumlah armada perikanan tangkap di Papua meningkat menjadi 20.338 unit yang didominasi oleh perahu tanpa motor dan motor tempel. Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga tumbuh menjadi 221 unit.
Sudarmo berharap, jumlah tersebut akan terus bertambah seiring dengan tumbuhnya geliat bisnis industri perikanan dengan adanya pembangunan SKPT Merauke ini.
Sumber: www.kkp.go.id
Editor: Rahmawati Alfiyah