Kementerian Agama dalam penyelenggaraan ibadah haji memiliki tiga tugas utama, yakni pembinaan, pelayanan, dan perlindungan. Salah satu komponen tugas perlindungan haji adalah penyediaan asuransi jiwa, baik bagi jemaah maupun petugas haji.
“Ada asuransi jiwa untuk jemaah dan petugas haji,” tegas Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag, Muhajirin Yanis, di Jakarta, Rabu (23/01).
Menurutnya, penyediaan asuransi jiwa bagi jemaah haji dan petugas haji diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Pasal 29 PP tersebut mengatur, bahwa asuransi jemaah haji dibebankan dalam Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Sedangkan untuk asuransi jiwa bagi petugas haji, disediakan oleh Pemerintah.
“Jemaah haji tidak membayar premi asuransi secara langsung karena telah dibebankan dalam komponen BPIH. Kalau untuk petugas haji, disiapkan pemerintah. Premi asuransi per jemaah pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2018 sebesar 49 ribu rupiah,” tutur Yanis.
Dalam pelaksanaannya, Kemenag bekerjasama dengan perusahaan jasa asuransi syariah. Pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1439H/2018M, sesuai perjanjian kontrak, penerima asuransi dikategorikan ke dalam empat kelompok.
Pertama, jemaah haji yang meninggal natural atau bukan diawali peristiwa kecelakan. Kedua, jemaah yang meninggal dunia karena kecelakaan. Ketiga, jemaah yang mengalami cacat tetap total yaitu kehilangan sebagian anggota badan atau fungsi dari anggota badan untuk selamanya. Keempat, jemaah yang mengalami cacat tetap sebagian saat menunaikan ibadah haji.
“Bagi Jemaah yang meninggal natural, mendapat asuransi sebesar Rp 18,5 juta. Sedang untuk jemaah yang meninggal karena kecelakaan, menerima asuransi Rp 37 juta,” terang Yanis.
Untuk jemaah yang mengalami cacat tetap total, mendapatkan santunan sebesar Rp 18,5 juta. Sementara jemaah yang mengalami cacat tetap sebagian, santunannya paling besar Rp 12,95 juta.
“Proses pengajuan klaim akan dilakukan Kemenag. Dana asuransi atau santunan yang telah cair akan ditransfer ke rekening jemaah atau rekening ahli waris,” ujar Yanis.
Yanis menjelaskan, proses pencairan asuransi tidak rumit. Bagi jemaah yang meninggal dunia di Indonesia (embarkasi), keluarga cukup mengirim persyaratan klaim ke Kemenag untuk diteruskan ke perusahaan asuransi.
Sedangkan bagi jemaah yang meninggal di Arab Saudi, persyaratan klaim langsung dilengkapi oleh Kemenag. Setelah berkas dinyatakan lengkap oleh perusahaan asuransi maka santunan akan segera ditransfer dan diinformasikan kepada keluarga.
“Bila Jemaah haji meninggal dunia di Indonesia, ahli waris harus melampirkan persyaratan berupa Surat Pengantar Pengajuan Klaim (SPPK), Surat Panggilan Masuk Asrama (SPMA) dan Surat Keterangan Kematian. Lampirkan juga resume medis, berita acara pemeriksaan kecelakaan dari kepolisian (bila meninggal dunia karena kecelakaan), foto copy identitas ahli waris, print out data base Siskohat, Surat Keterangan Ahli Waris, Surat kuasa dari ahli waris,” tutur Yanis.
Yanis menyampaikan, khusus bagi Jemaah haji yang meninggal dunia di dalam pesawat akan menerima santunan extra cover, selain asuransi jiwa. Ahli waris jemaah wafat akan menerima dana extra cover sebesar Rp 125 juta dari maskapai penerbangan.
“Asuransi ini berlaku sejak jemaah keluar dari rumah untuk berangkat haji dan sampai kembali lagi ke rumah usai menunaikan ibadah haji,” tandasnya.
Pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2018, terdapat 457 jemaah yang berhak menerima asuransi. Salah satu dari mereka adalah jemaah cacat tetap sebagian.
“Dari jumlah tersebut, jemaah haji reguler yang meninggal natural di Arab Saudi mencapai 392 orang, meninggal karena kecelakaan 1 orang, dan 38 orang meninggal di Indonesia. Sedangkan jemaah haji khusus yang meninggal dunia sebanyak 25 orang,” pungkasnya.
Sumber: https://jpp.go.id
Editor: Puput KJ