Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja pada 3 Mei 2018.
PP tersebut diterbitkan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 256 ayat (7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Beleid tersebut menyebutkan bahwa dalam rangka menegakkan Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Kepala Daerah (Perkada), penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan perlindungan masyarakat di setiap provinsi dan kabupaten, perlu dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
“Pembentukan Satpol PP ditetapkan dengan Perda provinsi dan Perda kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” sebagaimana bunyi Pasal 2 ayat (2) PP tersebut.
Satpol PP provinsi dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah provinsi. Satpol PP kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Satpol PP juga berwenang untuk melakukan tindakan penertiban nonyudisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
Selain itu, Satpol PP juga berwenang menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Selanjutnya, Satpol PP bertugas melakukan tindakan penyelidikan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada dan melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
“Dalam melaksanakan penegakan Perda, Satpol PPbertindak selaku koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah, dapat berkoordinasi dengan TNI, Polri, Kejaksaan, dan pengadilan yang berada di daerah provinsi/kabupaten/kota,” jelas Pasal 8 ayat (2).
PP tersebut juga menegaskan, penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada oleh Satpol PP dilaksanakan sesuai dengan standar operasional prosedur dan kode etik.
Anggota Satpol PP diangkat dari pegawai negeri sipil (PNS) yang memenuhi persyaratan, dan terdiri atas pejabat pimpinan tinggi pratama; pejabat administrasi; dan pejabat fungsional Pol PP.
Polisi Pamong Praja (Pol PP) wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar, wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional, yang dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
“Pegawai negeri sipil Satpol PP wajib: a. menjunjung tinggi hak asasi manusia; b. menaati peraturan perundang-undangan dan kode etik serta nilai agama dan etika; c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif; dan d. melakukan pembinaan teknis operasional,” bunyi Pasal 21.
Adapun hak pegawai negeri sipil Satpol PP, menurut PP ini meliputi: a. jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan bantuan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b. pengembangan kompetensi, keahlian, dan karir; dan c. hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pendanaan pemenuhan hak pegawai negeri sipil Satpol PP, penyediaan prasarana dan sarana minimal Satpol PP, dan pembinaan teknis operasional Satpol PP dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi/kabupaten/kota,” bunyi Pasal 26.
Kepala Satpol PP provinsi mengoordinasikan penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman serta penyelenggaraan perlindungan masyarakat di kabupaten/kota.
Sedangkan Kepala Satpol PP kabupaten/kota berkoordinasi dengan camat, dan/atau instansi terkait serta Satpol PP provinsi dalam penegakan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta perlindungan masyarakat.
Dalam pelaksanaan koordinasi tugas Satpol PP secara nasional, Menteri menyelenggarakan rapat koordinasi nasional Satpol PP. Sementara dalam pelaksanaan koordinasi Satpol PP tingkat provinsi, Gubernur menyelenggarakan rapat koordinasi Satpol PP kabupaten/kota di wilayah provinsi.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 8 Mei 2018.
Sumber: http://setkab.go.id
Editor: Eko “Gajah”