Oleh : Ir. Siswanto, MT (DPP Jaman Ketua IV Bidang Maritim)
Flash Back
Sudah tiga puluh satu bulan pencanangan visi “Indonesia poros maritim dunia” dideklarasikan oleh presiden Joko Widodo dan berbagai kebijakan dan program pembangunan telah diambil untuk mencapai visi tersebut, namun hasilnya belum nampak signifikan.
Pencanangan visi tersebut dimulai pada saat pelantikan beliau tanggal 20 Oktober 2014, bahwa “samudera, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradapan kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera, memunggungi selat dan teluk”.
Hal tersebut ditegaskan kembali oleh presiden Joko Widodo dalam KTT-EAS bulan November 2014 dengan lima pilar utama, yang meliputi : Pembangunan Budaya maritim, Pengelolaan sumber daya laut, konektifitas dan infrastruktur, diplomasi maritim, dan ketahanan maritim.
Kebijakan pembangunan ‘Poros Maritim Dunia’ ini disampaikan lagi oleh Presiden Joko Widodo pada bulan April 2016 dalam Sidang IMO MEPC ke 69 di London.
Pada pertengahan Agustus 2016, Presiden Jokowi mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap implementasi konsep poros maritim dunia (kompas, 21 Agustus 2016). Oleh karena itu diterbitkanlah Inpres No. 07 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.Solusi ini masihtataran konsep dan sangat sektoral walaupun 25 (duapuluh lima) Lembaga/ Kementerian tercakup di dalam inpres tersebut. Untuk implementasi inpres tersebut, pada bulan Januari tahun 2017 dikuatkan dengan menerbitkan Perpres RI No. 03 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Karena dipandang cakupan perpres tersebut masih sangat sektoral maka diterbitkan lagi Perpres RI No. 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia yang dipandang lebih komprehensip. Dalam Perpres inilah pertamakalinya definisi “Poros Maritim Dunia” dijelaskan, dengan demikian implementasi perpres ini diharapkan menjadi solusi pencapaian visi Indonesia Poros Maritim Dunia tersebut.
Dalam rangka menghadapi program “Jalur Sutera” Tiongkok, pada tanggal 15 Mei 2017, Presiden Joko Widodo menawarkan untuk kerjasama konektivitas kawasan yang sejajar dan saling menguntungkan.
Untuk percepatan pencapaian visi Poros Maritim Dunia tersebut dan agar dampaknya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia dapat segera dirasakan, maka disusun suatu instrument Kerangka Kerja Maritim Daerah (KKMD).
Perpres RI No. 16 Tahun 2017
Perpres nomor 16 tahun 2017 diterbitkan dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Dengan pertimbangan, bahwa Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas dengan potensi sumber daya kelautan yang melimpah sehingga perlu dikelola secara optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya kelautan sebagaimana dimaksud dilakukan dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, dan dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
“Sedangkan Poros Maritim Dunia adalah suatu visi Indonesia untuk menjadi sebuah negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.
“Kebijakan Kelautan Indonesia adalah pedoman umum kebijakan kelautan dan langkah pelaksanaannya melalui program dan kegiatan kementerian/lembaga di bidang kelautan yang disusun dalam rangka percepatan implementasi Poros Maritim Dunia,” bunyi Pasal 1 ayat (1) Perpres tersebut.
Menurut Perpres ini, Kebijakan Kelautan Indonesia terdiri atas: a. Dokumen Nasional Kebijakan Kelautan Indonesia; dan b. Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia.
Ditegaskan dalam Perpres ini, bahwa Kebijakan Kelautan Indonesia berfungsi sebagai: a. pedoman bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi pembangunan sektor kelautan untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia; dan b. acuan bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam ikut serta melaksanakan pembangunan sektor kelautan untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia.
“Pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi Kebijakan Kelautan Indonesia sebagaimana dimaksud dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Sedangkan pelaksanaan Kebijakan Kelautan Indonesia pada masing-masing kementerian/lembaga diatur lebih lanjut oleh menteri/pimpinan lembaga, sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing.
“Perpres ini menegaskan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman setelah berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyampaikan laporan pelaksanaan Kebijakan Kelautan Indonesia yang terintegrasi kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Prestasi atau capaian progam poros maritim dunia sampai akhir April 2017 adalah sebagai berikut : Trayek tol laut bertambah sehingga harga komoditas turun dan stabil, perbedaan harga antar wilayah berubah drastis, namun masih banyak kendala dan kurang efesien dari sisi penentuan trayek, sehingga disparitas harga tipis masih belum sesuai harapan. Belum semua daerah terjangkau tol laut terutama pulau terdepan yang belum punya fasilitas dermaga dan infrastruktur penunjangnya. Sudah ada GERAI MARITIM yaitu menfasilitasi distribusi barang kebutuhan pokok dan barang penting ke daerah terpencil, terluar dan perbatasan, dengan tujuan mengurangi atau menurunkan disparitas harga. Gerai Maritim ini hanya ada pada daerah yang dilalui trayek tol laut. Evaluasi program Tol Laut harus selalu dilakukan secara kontinyu untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Penambahan jalur pelayaran international pada pelabuhan makasar mengurangi waktu ekspor wilayah timur Indonesia yang dikombinasikan dengan perbaikan manajemen kepelabuhan, penerapan teknologi dan pembenahan SDM dapat memperpendek dwelling time, sehingga berdampak menurunnya biaya ekspor secara signifikan yaitu sekitar 200 USD/ container 40’.
Data Dwelling Time April 2017 (INSW), Belawan 3,73 hari, Tanjung Priok 3,69 hari, Tanjung Perak 4,35 hari, Makasar 0,66 hari.
Di Bidang Tatakelola Industri Pariwisata, telah diterbitkan Perpres 49/2016, tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba dan Perpres 46/2017, tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Boro, serta Penyelesaian pembebasan lahan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika
Industri Energi, pertambangan offshore dan energy laut (EBT), telah diterbitkan Perpres No.22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional dimana pengelolaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) tercakup di dalamnya.
Produksi ikan Indonesia tidak pernah turun dari waktu ke waktu. Yang membedakan adalah sekarang ini kesejahteraan nelayan meningkat karena perbaikan pada tata kelola perikanan.
Untuk pertamakali setelah 71 tahun merdeka, Indonesia memiliki kebijakan kelautan Indonesia (Ocean Policy) dengan adanya visi besar Poros Maritim Dunia dan memiliki Tata Ruang Laut Nasional, sehingga dapat mencegah konflik perebutan ruang laut, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya laut, dan memastikan keberlanjutan sumber dayalaut.
Beberapa capaian tersebut memang sudah pada jalur yang benar, namun masih banyak program rencana aksi yang belum terealisasi karena beberapa kendala antara lain infrastruktur, SDM, regulasi dan kebijakan, rendahnya koordinasi antara lembaga, Kemampuan daerah yang sangat rendah dalam menterjemahkan dan mengelola potensi daerah, sehingga beberapa keberhasilan tersebut belum dapat dirasakan masyarakat daerah secara langsung.
Untuk membantu pemerintah daerah dalam implementasi Perpres RI No.3, Perpres RI No.16, Perpres RI No.22 Tahun 2017 dan peraturan lain yang terkait dengan visi Indonesia Poros Maritim Dunia, diusulkan untuk menyusun Kerangka Kerja Maritim Daerah (KKMD) sebagai instrument bagi stake holder kemaritiman di daerah.
[su_document url=”http://jaman.or.id/wp-content/uploads/2017/07/PERCEPATAN-CAPAIAN-VISI-POROS-MARITIM-DUNIA-DENGAN-KKMD.pdf”]