Home Opini Pilkada Papua dan Paradigma Kemandirian

Pilkada Papua dan Paradigma Kemandirian

145
0
SHARE

Pemilihan kepala daerah serentak akan digelar tahun 2018. Sebagian daerah di Papua masuk  dalam radar kontestasi politik ini. Daerah-daerah tersebut seperti: Provinsi Papua, Mamberamo Tengah, Mimika, Paniai, Deiyai, dan Puncak Papua.

Nuansa pilkada tersebut cenedrung menuai konflik. Ada juga yang membawa-bawa isu separatis untuk mendulang suara di kalangan konstituen. “Saya adalah gubernur terakhir di Papua” merupakan kalimat yang seringkali terdengar. Bahkan, Pilkada di Papua juga sering berakibat pada konflik perang antar suku.

Perilaku barbar dilakukan oleh para kandidat dengan membawa-bawa isu konflik sebagai amunisi kemenangan. Hal ini justru menjauhkan upaya memajukan Papua dari aspek kemandirian.

Kebutuhan Global dan Rubah Paradigma Papua

Dunia saat ini berlomba untuk memenuhi kebutuhan dasar di sektor energi, pangan, dan maritim. Sektor Energi terbarukan tidak lagi mengandalkan sumber energi dari fosil serta tidak merusak lingkungan.

Listrik bertenaga surya, tak hanya batu bara. Sementara infrastruktur fisik, produk baja ringan kini meningkat penggunaannya. Jalan, jembatan, atap rumah, kabel listrik, dan bahan dasar baja dari tembaga. Perlu diingat, perusahaan penghasil tembaga terbesar dunia ada di Papua, Indonesia.

Sektor pangan, bagaimana kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi. Kepala daerah yang hendak mencalonkan diri bahkan yang sudah terpilih pun, mereka lebih banyak mengeluarkan ijin-ijin kepada perusahaan sawit.

Skandal suap terbesar jelang pilkada adalah alih fungsi lahan dan hutan. Berlomba-lomba mengeluarkan izin untuk membabat hutan. Namun, jarang sekali ada pihak yang menegasikan bahwa sawit harus memasok minyak nabati sebagai kebutuhan pangan masyarakat.

Kemaritiman pun hal strategis di era sekarang. Sektor pariwisata menyumbang pemasukan devisa negara dan daerah. Wisatawan dari Jepang dapat langsung ke Raja Ampat, Papua, tanpa melalui Jakarta. Selain itu, terdapat banyak daerah pesisir dan pulau yang bila dikelola secara baik, justru pendapat dari sektor pariwisata dapat meninggi.

Tak hanya pariwisata, nasib nelayan juga bagian dari kebutuhan kemandirian di bidang maritim. Papua surganya ikan, tapi nasib nelayan jauh dari ruang kemandirian bangsa. Pasokan ikan tak hanya jadi konsumsi, tapi budidaya ikan perlu dicanangkan.

Trilogi kemandirian diatas mendesak untuk dikampanyekan jelang pilkada. Paling tidak, para kandidat harus bertarung pada tataran kemandirian.  Hal itu dengan meninggalkan pola lama yang penuh dengan opini sesaat yang tidak mendidik pada kemajuan Papua didalam bingkai NKRI maupun corak globalisasi masa kini.

 

Arkilaus Baho

Fungsionaris di Dewan Pimpinan Pusat Jaringan Kemandirian Nasional (DPP JAMAN)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here