Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo reformasi Birokrasi yang terus gencar dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla selama empat tahun terakhir membuahkan hasil positif, yakni dengan semakin terkoordinasi dan terintegrasinya tata kelola pemerintah pusat dan daerah.
“Arahan Presiden hanya satu, bagaimana membangun hubungan tata kelola pemerintah pusat lebih efektif dan efisien untuk mempercepat Reformasi Birokrasi dalam upaya penguatan otonomi daerah. Sehingga pemerintah pusat hanya satu, memastikan progam strategis nasional harus terlaksana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sampai desa. Ini sudah terintergrasi dengan baik,” jelas Tjahjo dalam acara Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 Edisi 4 Tahun Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan tema “Peningkatan Stabilitas Politik dan Keamanan, Penegakkan Hukum, dan Tata Kelola” di Auditorium Gedung 3 Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (25/10).
Di samping itu, selama empat tahun terakhir, stabilitas politik dan keamanan juga terus terjaga meski adanya pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak sebanyak tiga kali.
“Tahap demokrasi pilkada serentak tiga kali suskses karena KPU dan Bawaslu sudah profesional, paling khusus atensi dari Pak Kapolri di-backup TNI, BIN, Satpol PP, dan juga Gakundu Kejaksaan Agung. Ada 269 pilkada (2015), 101 pilkada (2017), sampai 171 pilkada (2018), semua sukses, kalau ada pernak-pernik itu biasa,” ujar Tjahjo.
Guna mendukung stabilitas nasional, Tjahjo mengungkapkan pihaknya juga telah meningkatkan kapasitas Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda), di mana jika sebelumnya forum tersebut hanya sampai tingkat kabupaten/kota, kini Forkompinda juga dibentuk sampai tingkat kecamatan.
“Banyak camat kita yang lupa bahwa di kecamatan ada kapolsek dan banbinmas, ada koramil sampai babinsa, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat. Sekarang sudah ada Forkompinda di tingkat kecamatan untuk mendeteksi dini ancaman keamanan. Termasuk Forum Kerukunan Umat Beragama juga ada,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Tjahjo juga menyatakan bahwa selama empat tahun terakhir ini pemerintah terus melakukan tindakan tegas terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) yang melenceng dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan anti-Pancasila.
Menurutnya, masyarakat memang dibebaskan untuk berkumpul dan membentuk ormas karena dilindungi oleh Undang-Undang (UU). Namun demikian, ketika kebebasan itu disalahgunakan sehingga berpotensi mengancam stabilitas nasional, maka tindakan tegas akan dilaksanakan kepada ormas tersebut.
“Per hari ini ada 394.250 ormas baik di pusat, provinsi, kabupaten/kota. Silakan bentuk ormas. Tapi kalau ada ormas melanggar hukum, apalagi melanggar Pancasila, ya terpaksa harus kita bubarkan. Kalau dia (ormas) anti-Pancasila, bukan hanya tanggung jawab Polri-TNI saja, tapi juga tanggung jawab kita semua,” tegasnya.
Sementara terkait upaya pencegahan korupsi di lingkungan instansi pemerintah daerah, Kemendagri terus berupaya memperkuat kapasitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan segera diterbitkan.
Sebab, saat ini trennya banyak sekali perangkat pemerintahan yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Inspektorat Daerah kalau tanggung jawabnya hanya ke kepala daerah ya tidak akan jalan. Ini akan ditingkatkan, mereka yang di kabupaten/kota bertangung jawab ke gubernur, yang provinsi ke Irjen Kemendagri. Jadi berjenjang,” tandasnya.
Sumber: https://jpp.go.id
Editor: Rahmawati Alfiyah