Pemerintah memandang bahwa dibutuhkan penyempurnaan untuk menyesuaikan kebutuhan terkait tenaga kerja professional. Maka dari itu, dalam mewujudkan lahirnya tenaga kerja profesional yang memiliki keterampilan, keahlian, dan kompetensi perlu peningkatan kualitas sumber daya manusia ketenagakerjaan yang berdaya saing dan memiliki standar global.
Atas pertimbangan tersebut, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
“BNSP mempunyai tugas melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja, merupakan lembaga yang independen dalam melaksanakan tugasnya dan bertanggung jawab kepada Presiden,” bunyi Pasal 2 ayat (2) PP ini.
Untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud, BNSP menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan dan pengembangan sistem sertifikasi kompetensi kerja; b. pelaksanaan dan pengembangan sistem sertifikasi pendidikan dan pelatihan vokasi; c. pembinaan dan pengawasan pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi kerja nasional; d. pengembangan pengakuan sertifikasi kompetensi kerja nasional dan internasional; e. pelaksanaan dan pengembangan kerja sama antar lembaga baik nasional dan internasional di bidang sertifikasi; dan f. pelaksanaan dan pengembangan sistem data dan informasi sertifikasi kompetensi kerja yang terintegrasi.
Menurut PP ini, BNSP memberikan lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja. “Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian lisensi lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud ditetapkan lebih lanjut oleh BNSP,” bunyi Pasal 4 ayat (2) PP ini.
PP ini menyebutkan, Susunan Keanggotaan BNSP terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota, meliputi: a. Ketua merangkap anggota; b. Wakil Ketua merangkap anggota; dan c. anggota 5 (lima) orang. (Dalam PP Nomor 23 Tahun 2004, jumlah anggota BNSP sebanyak-banyaknya 23 orang, red).
Ketua BNSP, menurut PP ini, berasal dari unsur Pemerintah. Sedangkan Wakil Ketua BNSP berasal dari unsur masyarakat.
Adapun keanggotaan BNSP berasal dari unsur Pemerintah berjumlah paling banyak 2 (dua) orang, yang berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan kementerian terkait lainnya, dan unsur masyarakat berasal dari asosiasi profesi dan/atau asosiasi industri.
Untuk menjadi anggota BNSP, menurut PP ini, harus memenuhi persyaratan: a. Warga Negara Indonesia; b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. sehat jasmani dan rohani; d. sanggup bekerja penuh waktu; e. tidak pernah dijatuhi hukuman pidana paling singkat 5 (lima) tahun; f. memiliki kemampuan manajerial dan kompetensi bidang profesi tertentu paling singkat 10 (sepuluh) tahun; dan g. menguasai bahasa asing secara aktif minimal bahasa Inggris.
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas BNSP, menurut PP ini, dibentuk Sekretariat BNSP, yang dipimpin oleh Kepala Sekretaris BNSP yang merupakan jabatan struktural eselon II.a, atau jabatan pimpinan tinggi pratama.
Selain itu, dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Ketua BNSP membentuk kelompok kerja dan mengangkat tenaga ahli, paling banyak 5 (lima) kelompok kerja dan 10 (sepuluh) tenaga ahli, yang rincian tugas dan fungsinya ditetapkan oleh Ketua BNSP setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
Menurut PP ini, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BNSP diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
“Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BNSP diberikan hak keuangan dan fasilitas, yang diatur dengan Peraturan Presiden,” bunyi Pasal 11 ayat (2,3) PP ini.
PP ini menegaskan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BNSP diberhentikan dari jabatan organiknya, tetap mendapat hak kepegawaian sebagai PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan diberhentikan dengan hormat jika telah mencapai batas usia pensiun.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BNSP, menurut PP ini, diberhentikan apabila yang bersangkutan: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; c. melakukan tindak pidana kejahatan yang telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau; d. sakit yang berkepanjangan lebih dari 6 (enam) bulan dan/atau tidak mampu lagi melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
Pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas BNSP, menurut PP ini, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 16 Maret 2018 itu.
Sumber: www.setkab.go.id
Editor: Eko “Gajah”