Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) TbK, Silmy Karim, menyampaikan bahwa pihaknya akan mengerjakan dua proyek strategis di tahun 2019. Proyek ini bertujuan untuk melakukan ekspansi kapasitas di bagian hilir dan menurunkan biaya produksi di bagian hulu.
Silmy mengatakan, proyek pertama adalah Pembangunan Blast Furnace Complex. Pabrik Blast Furnace yang berdiri pada area Blast Furnace Complex PTKS seluas 55 Ha ini merupakan proyek yang dilakukan oleh Konsorsium kontraktor yang terdiri dari MCC CERI dari China dan PT Krakatau Engineering (PTKE).
“Dengan adanya Blast Furnace Complex, biaya produksi baja akan turun sebesar USD 50 per ton,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima JamanInfo di Jakarta, Rabu (16/1).
Silmy mengungkapkan, beroperasinya pabrik Blast Furnace di PTKS akan menambah fasilitas iron making atau tahap hulu bertambah.
“Ini merupakan suatu awal dari rangkaian usaha Perseroan untuk meningkatkan daya saing di sektor hulu, dimana Fasilitas Blast Furnace merupakan teknologi berbasis batu bara. Penggunaan batu bara ini juga akan meningkatkan fleksibilitas penggunaan energi serta mengurangi ketergantungan terhadap gas alam yang diproyeksikan akan terus mengalami kenaikan harga dan keterbatasan,” ungkapnya.
Ia juga menuturkan, dalam Blast Furnace Complex terdapat Sinter Plant yang memiliki kapasitas 1,7 juta ton per tahun, Hot Metal Treatment Plant dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun, Coke Oven Plant dengan kapasitas 555 ribu ton per tahun.
“Sebagai penunjang, terdapat Raw Material Handling (Stockyard) yang mampu menampung 400 ribu ton per tahun,” terangnya.
Selain itu, lanjut Silmy, proyek lain yang dikerjakan PT Krakatau Steel adalah penambahan kapasitas baja lembaran panas melalui pembangunan Hot Strip Mill #2 yang sudah mencapai 90,23% terhitung per November 2018.
Proyek pemasok baja Hot Rolled Coil dengan kapasitas 1,5 juta ton per tahun ini ditargetkan selesai pada April 2019. Proyek Hot Rolled Coil existing Krakatau Steel bahkan mengalami pencapaian yang sangat baik hingga akhir 2018.
“Rekor volume penjualan HRC berhasil dicapai pada bulan Oktober 2018 yang mencapai 127.005 ton, setelah sebelumnya pada bulan Maret sempat mencapai 120.843 ton. Sementara total volume penjualan produk baja Perseroan selama Januari–September 2018 mencapai 1.595.260 ton, atau naik 14,24% Year-on-Year (YoY) dari 1.396.422 ton selama periode yang sama tahun lalu. Kami juga mencatat rekor produksi HRC tertinggi sebesar 189.702 ton pada November 2018,” paparnya.
Terkait efisiensi, Silmy menegaskan bahwa perusahaan telah melakukan sejumlah langkah perbaikan kinerja operasional di Hot Strip Mill terkait dengan peningkatan produktivitas pabrik serta penghematan konsumsi energi dan bahan consumables seperti konsumsi gas, listrik, dan work roll dengan total penghematan mencapai Rp 593 miliar hingga November 2018.
“Selama Januari – September 2018, Krakatau Steel memiliki pangsa pasar Hot Rolled Coil sebanyak 40%, sisanya adalah pangsa produsen domestik lain dan impor,” tandasnya.
Silmy menuturkan bahwa dari data yang ada dapat diartikan bahwa kerugian Krakatau Steel berkurang di quartal 3 tahun 2018. Kinerja keuangan, perseroan juga mengalami kenaikan pendapatan netto sebesar 22,71% (YoY), dan laba / (rugi) yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas produk meningkat sebesar 50,19% (YoY).
“Dari data tersebut menunjukkan bahwa Krakatau Steel telah membaik sehingga dua proyek besar Krakatau Steel tahun ini diyakini mampu memenuhi kebutuhan baja nasional,” tutupnya.
Sumber: https://jpp.go.id
Editor: Puput KJ