Presiden Joko Widodo mengkritik kinerja Kementerian Ketenagakerjaan terkait penggunaan anggaran belanja yang sudah dialokasikan. Presiden menganggap bahwa kementerian yang dipimpin oleh Hanif Dhakiri tersebut masih belum efisien dalam pengelolaan anggaran. Menurutnya, efisiensi anggaran seharusnya dapat dilakukan pada pos-pos belanja operasional, seperti: belanja pegawai, perjalanan dinas, honor, dan kegiatan rapat.
“Saya contohkan, setelah lama diskusi dengan menteri tenaga kerja, terutama ini yang harus kita ngerti semuanya, ketahui semuanya, di mana sih letak kita harus teliti itu. Telitilah mulai awal sejak penyusunan RKAKL atau RKA di dinas-dinas,” kata Jokowi dalam acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2018 serta Anugerah “Dana Rakca” Tahun 2017, di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/12/2017).
Sebagaimana diketahui, dalam rangka meningkatkan dan penajaman prioritas terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Presiden secara khusus telah menerbitkan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2017 tentang Efisiensi Belanja Barang Kementerian/Lembaga Dalam Pelaksanaan APBN.
Terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan dalam penggunaan anggaran belanja, yakni persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Dalam pelaksanaannya, termasuk didalamnya kegiatan inti, kegiatan persiapan, dan kegiatan pelaporan, kedua kegiatan terakhir tersebut merupakan kegiatan pendukung.
Menurut Presiden, dalam penyusunan RKAKL maupun RKA dinas, institusi terkait lebih fokus pada kegiatan pendukung daripada kegiatan inti.
“Ini sudah saya lihat di pelbagai kementerian, waktu di wali kota saya lihat di dinas-dinas, hati-hati, sekali lagi malah fokusnya di kegiatan pendukung bukan kegiatan inti, kalau menteri-menteri ngerti manajemen keuangan, ngerti manajemen mestinya ini diubah, gubernur ngerti, walikota mestinya ini diubah,” cetusnya.
Presiden menjelaskan bahwa yang terjadi saat ini bahwa belanja kegiatan pendukung masih mendominasi dalam pengalokasian anggaran daripada kegiatan inti. Biasanya, alokasi anggaran untuk kegiatan pendukung sebesar 90% dan kegiatan inti hanya 10%.
“Sekali lagi saya contohkan, pemulangan TKI anggarannya Rp 3 miliar, biaya pemulangannya Rp 500 juta. Sedangkan, Rp 2,5 miliar ini untuk rapat dalam kantor, rapat luar kantor, rapat koordinasi perjalanan daerah dan lain-lain,” tegas Presiden.
Presiden juga mengingatkan bahwa model-model pengalokasian anggaran yang seperti itu harus segera dihentikan. Hal itu terutama bagi pejabat negara yang memahami tentang manajemen keuangan dalam setiap penyusunan RKAKL.
Bahkan, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengancam akan membuka satu per satu persoalan pengalokasian anggaran yang belum efisien di seluruh kementerian dan lembaga.
“Saya akan buka satu per satu. Saya tunjukkan yang gamblang ini tadi, gimana mau ada hasil setiap begitu perencanaannya, dimulai dari rencana kegiatannya RKA. Kalau rencananya sudah seperti ini bagaimana, secara umum polanya seperti itu. Belanja pendukung justru lebih dominan dari pada belanja dan kegiatan inti,” tutupnya. (red)