Kementerian Sosial akan fokus melakukan Rehabilitasi Sosial dan Perlindungan Sosial korban gempa NTB sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi Di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kota Mataram Dan Wilayah Terdampak Di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
“Masa tanggap darurat sudah berakhir hari Sabtu (25/8/2018) maka kita memasuki tahap transisi darurat. Tapi bukan berarti peran Kemensos selesai. Saat ini Kemensos berfokus pada rehabilitasi sosial dan perlindungan sosialnya,” kata Staf Ahli Menteri Sosial Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial Asep Sasa Purnama yang hadir mewakili Menteri Sosial dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Senin (27/8).
Sasa mengatakan bahwa rehabilitasi Sosial tersebut meliputi Layanan Dukungan Psikososial (LDP) untuk korban gempa khususnya untuk kelompok rentan yakni anak-anak, lansia, ibu hamil, ibu dengan balita, dan penyandang disabilitas.
Layanan psikososial telah dilakukan 59 petugas di 10 Pos LDP dan LDP Layanan Bergerak untuk menjangkau warga di wilayah yang sulit atau remote. “Tim LDP ini adalah SDM terlatih dengan kompetensi khusus yang mendukung perkembangan psikososial korban bencana,” katanya.
Ssasa menjelaskan bahwa ejak gempa pertama mengguncang NTB pada 30 Juli 2018 lalu, Tim LDP telah menjangkau 30 titik dengan jangkauan 1.000 hingga 1.500 anak per hari. Tugas tim adalah untuk menyisir dampak gempa terhadap anak-anak terutama dari sisi dampak psikososialnya. Tim juga mendirikan Pondok Anak Ceria di sejumlah posko pengungsian.
“LDP merupakan layanan sosial dasar kepada korban bencana yang menghadapi gangguan agar mampu keluar dari masalah trauma dan dapat hidup wajar seperti sedia kala,” jelasnya.
Khusus untuk LDP anak-anak korban gempa, Kemensos telah melakukan tiga upaya rehabilitasi sosial anak meliputi: (1) Mendirikan Sekretariat Bersama Anak NTB di dua lokasi yakni Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Paramitha Mataram dan Dinsos Provinsi NTB, (2) Mendirikan tempat layanan di Posko Lapangan Desa Santong Kecamatan Kayangan, Lombok Utara dan di Posko Induk Lapangan Desa Kekait Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, (3) Melakukan layanan bergerak di 37 titik dengan jumlah anak yang dilayani mencapai 3.309 orang.
Ketiga layanan untuk anak tersebut dilakukan oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Panti Sosial Marsudi Putra Paramita, Sakti Peksos dan Dinsos. Sementara untuk respon kasus anak korban gempa dapat dilaporkan melalui TEPSA 1500771 dan akan ditindaklanjuti oleh tim LDP.
Selain LDP, lanjut Sasa, Kementerian Sosial memberikan bantuan pemulihan yang terdiri dari santunan sosial, jaminan hidup dan bantuan stimulan lainnya. Santunan untuk korban meninggal 565 jiwa (data per tanggal 27 Agustus 2018) dan masing-masing ahli waris mendapatkan RP15 juta.
“Dalam hal perlindungan sosial, Kementerian Sosial fokus pada upaya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat melalui berbagai bantuan sosial yang dapat memenuhi kebutuhan dasar dan melakukan upaya pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat. Salah satunya memastikan korban gempa mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH),” tuturnya.
Menurut Sasa, bantuan perlindungan sosial berkelanjutan sudah mulai dilakukan yakni penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 325.320 KPM senilai total Rp 608 miliar dan penyaluran Bantuan Pangan Beras Sejahtera (Rastra)/Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kepada 473.049 keluarga dengan nilai total Rp 473.049 KPM.
Sementara untuk Jaminan Hidup atau Jadup akan diberikan kepada setiap anggota keluarga. Jadup diberikan selama tiga bulan. Saat ini tim satgas terpadu sedang memverifikasi rumah yang rusak sekaligus mendata jumlah anggota keluarga setiap rumah tangga.
“Besarnya Jadup adalah maksimal untuk 3 bulan. Setiap jiwa mendapatkan Rp 10 ribu/jiwa, sehingga setiap jiwa maksimal Rp 900 ribu per jiwa. Selanjutnya bantuan yang diberikan pada tahap rumah korban sudah dibangun kembali dapat diberikan Isi Hunian Tetap (Huntap) yang besarnya Rp 3 juta per rumah,” paparnya.
Sasa menerangkan bahwa secara keseluruhan bantuan sosial tanggap darurat dan rehabilitasi sosial pascagempa dari Kementerian Sosial mencapai Rp 1,25 triliun. Bantuan tersebut terdiri dari bantuan logistik, tenda, santunan ahli waris Rp 15 juta/jiwa, santunan paket sembako, bantuan beras dan lauk pauk, peralatan dapur keluarga, perlengkapan keluarga, bansos PKH dan Rastra.
“Data Dinas Sosial Provinsi NTB dan Posko Induk hingga 27 Agustus 2018 mencatat sebanyak 565 jiwa meninggal, 1.116 mengalami luka berat/rawat inap, 71.937 rumah rusak dan 417.529 jiwa mengungsi,” pungkasnya.
Reporter: Rahmawati Alfiyah