Beberapa kali saya dituduh sebagai buzzer pemerintah. Bahwa saya pendukung Jokowi tentu saja tak diragukan. Pada kontestasi Pilpres 2014 saya mendukung aktif Jokowi karena menginginkan perubahan. Dengan dua pilihan yang tersedia, saya yakin Jokowi lebih baik. Beda boleh dong?
Hampir empat tahun terakhir saya lebih intensif mengawal reformasi sektor perpajakan, dengan segala suka dukanya. Dan kritik adalah cara terbaik untuk mendukung. Lebih dari itu keterlibatan menjadi keniscayaan. Semua didasari kecintaan saya pada sektor perpajakan, institusi perpajakan, dan masa depan bangsa ini yang harus gemilang.
Tapi apakah saya buzzer pemerintah? Saya hanya mengabarkan hal baik yang telah dilakukan, secara proporsional. Kenapa ini saya lakukan? Karena kita hidup di “wolak-waliking zaman”, zaman yang terbalik-balik. Bagaimana?
Saya yang hidup mandiri hasil keringat sendiri, justru berjibaku mengawal program-program pemerintah. Silakan bagi yang bisa menunjukkan bukti aktivitas keseharian saya membantu kampanye pajak ini dibayar oleh negara, apalagi dengan APBN atau secara diam-diam melalui agen. Standar moral saya tak pernah mengijinkan cara-cara seperti itu.
Tapi sebaliknya, justru banyak ASN dengan citarasa oposan, berdalih kebebasan individu di negara demokrasi, meski kita tak yakin apakah isi kepalanya percaya pada demokrasi. Lalu berlindung di bawah ketiak aturan yang abu-abu. Mereka ini digaji oleh negara dari uang pajak, yang antara lain saya bayar juga. Rakyat tak perlu tahu apa keyakinan dan orientasimu, selain sungguh-sungguh mengabdi bagi kepentingan rakyat.
Demokrasi di era Jokowi terancam? Bukankah justru paling bebas, dan tiap waktu dirayakan oleh mereka yang seharusnya berjibaku menyukseskan program pemerintah? Atau minimal, paham etika dan bekerja profesional saja. Dalam kerangka pikir Albert Hirschman “ voice, exit, and loyalty ” ini pun jadi keajaiban baru: mereka berisik, tak keluar, juga tak loyal!
Suram? Jelas. Soal ganti rezim hal yang lumrah dalam demokrasi, tak perlu dikhawatirkan. Tapi menyandarkan masa depan Republik pada orang-orang dengan kecakapan etis yang rendah dan loyalitas yang buruk adalah awal malapetaka. Ini bukan soal Jokowi, Prabowo, Gatot, AHY atau Anies. Ini soal masa depan Republik, yang hari ini kita ikut tentukan arahnya. Masih mau diam?
Yustinus Prastowo