Kinerja pelabuhan petikemas internasional di Indonesia menunjukkan tren kenaikan. Hingga akhir Oktober 2017, Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta mencatatkan kenaikan arus logistik sebesar 5,8% dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya sebesar 8,7%. Selain itu, jumlah kapal langsung (direct vessel) juga mengalami kenaikan di kedua pelabuhan tersebut.
Dewan Pimpinan Kota Jaringan Kemandirian Nasional (DPK JAMAN) Surabaya menilai bahwa peningkatan arus petikemas dan direct vessel tersebut lantaran adanya pendalaman terhadap kolam dermaga internasional kedua pelabuhan tersebut.
“Dengan begitu pelabuhan petikemas mampu melayani kapal internasional dengan kapasitas yang lebih besar dibanding menggunakan feeder vessel (kapal pengumpan),” terang Anggota JAMAN Surabaya yang juga merupakan pekerja PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) Mochamad Sholeh melalui keterangan persnya di Surabaya, Selasa (5/12/2017).
Sholeh menjelaskan bahwa dengan menggunakan kapal yang berdaya angkut lebih besar tersebut mampu menekan biaya transport logistik menjadi lebih murah. “Penggunaan kapal yang lebih besar bisa mengurangi biaya logistik secara keseluruhan.”
Ia juga meminta kepada pemerintah agar terus meningkatkan pelayanan arus logistik maritim internasional. Pasalnya, peningkatan layanan tersebut akan berdampak besar terhadap kinerja pelabuhan.
“Bukan tidak mungkin pelabuhan petikemas internasional Indonesia akan menjadi pelabuhan transtito logistik bagi kawasan Asia, Australia, dan Kawasan Pasifik,” tutur Sholeh.
Sementara itu, Ketua DPD JAMAN Jawa Timur Eko Apryanto menambahkan bahwa peningkatan kinerja pelabuhan petikemas internasional sejalan dengan cita-cita Presiden Joko Widodo selama ini.
“Presiden telah berjanji akan menjadikan laut Indonesia sebagai poros maritim dunia, ini adalah salah satu bukti konkritnya,” tambah pria kerap disapa Eko Gajah tersebut.
Ia menuturkan bahwa Indonesia merupakan pasar besar dunia dan mempunyai potensi geopolitik yang sangat strategis. Pemerintah terus berupaya meningkatkan pembangunan infrastruktur dan sarana pelabuhan yang sesuai dengan standar dunia.
“Pemerintah hanya perlu sedikit upaya untuk meningkatkan secara terus menerus kinerja logistik maritim internasional,” ujar Eko Gajah.
Menurut Eko Gajah, sudah saatnya penanganan logistik maritim di Indonesia dibedakan menurut arus dan peruntukan logistiknya. “Garis besarnya ialah arus logistik terdiri dari arus logistik internasional dan domestik, sehingga diperlukan keseragaman pengelolaan,” ujarnya.
Saat ini, penangangan arus logistik dipisahkan berdasarkan wilayah kepulauan sehingga dibentuk Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV. Masing-masing wilayah mempunyai pelabuhan petikemas internasional yang khusus melayani arus logistik internasional dengan standar dan mutu layanan yang berbeda. Padahal, pengusaha logistik internasional membutuhkan keseragaman dalam pelayanan.
“Inilah yang menjadi tantangan yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” tutup Eko Gajah.