Home Regional Awalnya Hanya Pakai Getah Damar, Pulau Buru Kini Terang dengan Lampu Tenaga...

Awalnya Hanya Pakai Getah Damar, Pulau Buru Kini Terang dengan Lampu Tenaga Surya

143
0
SHARE

Maluku – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan 100 Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) kepada masyarakat Desa Waengapan, Kecamatan Lolong Guba, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Warga pun menyambutnya dengan sangat antusias. tarian Cakalele dipersembahkan saat tim Kementerian ESDM tiba.

Kepala Unit Pengendalian dan percepatan pembangunan infrastruktur (UP3I) Kementerian ESDM, Simon Laksmono Himawan secara simbolis menyerahkan LTSHE kepada Kepala Desa Waingapan Antonnius Nurlatu di Balai Desa Waengapan, Selasa (19/12).

Tahun 2017, LTSHE sudah terpasang di lima provinsi dan diharapkan mampu melistriki lebih dari 80 ribu rumah. Di Indonesia terdapat sekitar 2.519 desa dengan 256.114 rumah yang masih gelap gulita.

“Di seluruh Indonesia, masih ada desa yang belum beruntung. Sekitar 2.500 desa yang sama sekali belum disentuh oleh listrik. Keseluruhan rumah tangga dari 2.500 desa itu adalah berjumlah sekitar 250 ribu rumah tangga. Untuk tahun 2017, Kementerian ESDM merencanakan sekitar 80 ribu rumah tangga yang akan diberikan fasilitas Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE),” ujar Simon.

LTSHE memang sengaja diperuntukkan bagi rumah pedesaan yang secara geografis dan distrubusi penduduknya tersebar serta sulit dijangkau jaringan PLN.

“Lampu ini adalah bagian dari pra elektrifikasi, berfungsi untuk penerangan dan untuk charge handphone. Tiga tahun dari sekarang PT PLN akan masuk ke lingkungan Bapak-Bapak, jadi nanti akan mendapatkan listrik secara penuh 24 jam. Kalau sekarang 2017, berarti paling lama tahun 2020 listrik masuk ke Desa Waingapan,” ujarnya.

Untuk diketahui, Desa Waengapan dapat ditempuh dengan sekitar tiga jam perjalanan dari Bandar Udara Namrole, Kabupaten Buru Selatan. Jalan menuju Desa ini cukup berliku dengan tanjakan dan turunan yang cukup tajam. Tiga kilo meter menuju desa Waengapan, jalanan masih berupa tanah merah dan belum beraspal. Jika hujan turun, maka jalan akan sulit untuk dilalui.

Desa ini dihuni 276 jiwa, dengan mata pencaharian utama menyuling kayu putih dan berkebun. Beberapa di antaranya hidup tersebar di perbukitan.

“Terima kasih kepada Kementerian ESDM yang jauh-jauh datang mengunjungi kita di desa Waingapan. Terima kasih juga atas bantuan Bapak Presiden Jokowi, sehingga masyarakat kami dapat menikmati lampu di malam hari. Penghidupan kami di sini adalah memproduksi minyak kayu putih. Sebagian (dari) kami hidup memprihatinkan tersebar di hutan-hutan,” ujar Antonnius.

Warga Waingapu sebelumnya menggunakan penerangan yang berasal dari getah pohon damar. Getah tersebut didapat dari Gunung Biru yang berjarak sekitar 20 kilo meter dari desa dengan waktu tempuh dua hari dua malam. Getah tersebut dimasukkan ke dalam ruas bambu dan kemudian dibakar, sebagaimana layaknya obor. Penerangan yang dihasilkan dari getah damar ini bertahan hanya sebentar.

“Dari dulu kita aslinya pakai getah damar. Getah Damar kita kasih masuk di bambu terus kita bakar.

Kalau pakai minyak tanah, setengah mati Pak, karena tidak ada kendaraan. Minyak tanah harganya 10 ribu kadang 20 ribu. Dengan adanya penerangan ini, getah damar tidak dipakai lagi,” imbuh Antonnius.

Desa Waingapan memiliki satu Sekolah Dasar Negeri, sementara untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), saat ini sedang dalam tahap pembangunan. Selama ini, dengan penerangan yang didapat anak-anak belajar hanya sebentar saja, karena asap yang ditimbulkan menyebabkan mata perih.

“Mau belajar bagaimana Pak, (getah) damar melelehnya cepat Pak, ‘ga sama seperti lilin. Asapnya juga perih ke mata, hitam ke langit-langit. Cepat meleleh juga itu obor yang dari (getah) damar. Makanya penderitaan di sini tidak sedikit Pak,” lanjut Antonnius.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi sedikitnya sebesar 97 persen pada tahun 2019, untuk itu Pemerintah membuat program pemberian LTSHE, terutama di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh jaringan PT PLN.

“Dari sekitar 2.500 desa yang belum berlistrik, 80 persen di antaranya berada di Provinsi Papua, Papua Barat dan Maluku. LTSHE ini mengisi ruang antara, karena PLN membangun jaringan membutuhkan waktu yang lama dan kita harus mengejar rasio elektifikasi sebesar 97 persen di tahun 2019,” pungkas Simon. (HK)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here