International Energy Agency (IEA) memberikan catatan positif atas reformasi subsidi yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Fatih Birol menggelar diskusi dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan terkait pengelolaan energi di Indonesia, di Gedung Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (16/7).
Fatih menilai, langkah Pemerintah Indonesia dalam mengelola subsidi energi beberapa tahun terakhir telah berada pada jalur yang benar. Meski begitu, Pemerintah harus mempertimbangkan secara matang dalam memberikan subsidi tepat sasaran kepada masyarakat yang berhak menerima.
Menurutnya, jika dilakukan dengan hati-hati, pengelolaan subsidi diyakini akan menjadi ‘karpet merah’ bagi kemajuan pengelolaan sektor energi dan mineral.
“Jika subsidi itu memang diperlukan, maka perlu didesaian case by case dengan target yang jelas,” ujarnya.
Di samping itu, lanjutnya, Pemerintah harus mempertimbangkan kondisi global seiring menguatnya permintaan minyak dunia yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya.
Fatih mengungkapkan, bila tidak segera direspon, hal ini akan berdampak pada penggunaan energi yang boros serta membuat keuangan negara kurang efisien.
“Menguatnya harga minyak jadi alasan utama bagi beberapa negara untuk berpikir ulang dalam menentukan pemberian subsidi atau tidak. Di ASEAN, Pemerintah semestinya berhati-hati dengan subsidi, karena dapat membuat inefisiensi dalam penggunaan energi,” ungkapnya.
Namun, Fatih memberikan sisi positif bagi pemberian subsidi energi lantaran mampu mempermudah daya beli masyarakat kurang mampu. “Pemberian subsidi memberikan dampak ganda. Subsidi memberi ruang inefisien dalam sistem ekonomi dan energi, tapi di sisi lain berguna untuk melindungi masyarakat yang paling miskin,” jelasnya.
Sebagai informasi, analisa IEA menyebutkan bahwa konsumsi subsidi energi di negara-negara ASEAN telah mengalami penurunan sejak tahun 2015. Nilai subsidi energi di negara ASEAN ditaksir turun dari USD 500 miliar di tahun 2012 menjadi USD 270 miliar di tahun 2016.
Di Indonesia sendiri, subsidi energi dalam 3 tahun terakhir dipangkas sebesar Rp 635 triliun atau 66% dibandingkan 3 tahun sebelumnya, dan dialokasikan untuk belanja yang lebih produktif.
Pada tahun 2016, realisasi subsidi energi hanya sebesar Rp 106,8 triliun. Angka ini turun drastis dibandingkan dengan tahun 2014 dimana subsidi energi mencapai Rp 341,8. Sebelumnya, pada tahun 2012 dan 2013 subsidi energi berturut-turut Rp 306,5 triliun dan Rp 310 triliun.
Sumber: www.esdm.go.id
Editor: Catur Apriliana