Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp 133,6 triliun atas ketidakpatuhan perusahaan batubara dalam pembayaran pajak penghasilan maupun royalty/DHPB.
Peneliti ICW, Firdaus Ilyas, menyampaikan bahwa indikasi tersebut ditemukan dari penelusuran selama periode 2006-2016 yang mensiyalir adanya unreporting transaksi batubara (ekspor) sebesar USD 27,062 miliar atau setara dengan Rp 365,3 triliun.
“Maka dari itu fenomena offshore leaks, panama papers, paradise papers yang banyak menyebut elit bisnis dan politik Indonesia menjadi relevan untuk ditindaklanjuti lebih jauh oleh Pemerintah, dalam hal ini Dirjen Pajak dan Kementerian ESDM, maupun aparat penegak hukum lainnya,” ujarnya saat peluncuran buku ‘Batubara dan Ancaman Korupsi’ di Kantor ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Selasa (10/7).
Dengan indikasi kerugian negara sebesar itu, Menurut Firdaus, Pemerintah seharusnya menaruh perhatian serius dan segera melakukan pembenahan terhadap pengelolaan sumber daya alam (SDA), terutama batubara, yang memiliki celah yang berdampakpada kerugian negara.
“Presiden seharusnya meminta kepada aparat penegak hukum, khususnya KPK, untuk melanjutkan kegiatan koordinasi dan supervisi SDA dengan menitikberatkan pada sisi penegakan hukum dan pengembalian kerugian negara,” tegasnya.
Menaggapi hal itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan bahwa memang sudah seharusnya Indonesia tidak lagi melakukan ekspor bahan mentah ke luar negeri. Pasalnya, hal itu akan berdampak pada pendapatan yang didapatkan oleh negara.
“”Mestinya kita sudah bisa menghasilkan barang, bukan barang mentah,” kata dia.
Reporter: Rahmawati Alfiyah