Skema gross split yang diterapkan Pemerintah dalam kontrak bagi hasil minyak bumi dan gas (migas) dipastikan mampu menyumbang keuangan negara sebesar USD 63,2 juta atau sekitar Rp 847 miliar (asumsi nilai tukar rupiah sesuai dengan APBN 2018 Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat).
Penerimaan tersebut didapatkan dari pembayaran bonus tanda tangan (Signature Bonus) kegiatan eksplorasi oleh 20 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang diperoleh saat penandatanganan kontrak.
“Tidak perlu diragukan lagi. Kontribusi gross split dari 20 lapangan migas mampu menambah keuangan negara sebesar Rp 847 miliar,” ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar di Jakarta, beberapa hari yang lalu.
Dari besaran nilai tersebut, blok Jambi Merang merupakan penyokong kas negara terbesar, yaitu USD 17.298.000 atau Rp 231 miliar. Disusul blok Sanga-sanga dan South East Sumatera masing-masing menyumbang USD 10.000.000 atau Rp 134 miliar. Sementara blok lainnya berkisar antara USD 500 ribu hingga USD 1 juta.
Selain Signature Bonus, negara juga berpotensi mendapatkan investasi yang dilakukan oleh kontraktor melalui Komitmen Kerja Pasti. Komitmen ini disepakati untuk peningkatan cadangan dan produksi dalam periode lima tahun pertama yang disetujui SKK Migas.
Secara keseluruhan dari 20 blok migas dengan sistem kontrak mendapat komitmen pasti sebesar USD 989.867.000 atau setara Rp 13,2 triliun.
Komitmen kerja pasti terbesar ada pada blok Jambi Merang sebesar USD 239.300.000. “Ini komitmen pasti terbesar sepanjang Republik ini. Terima kasih kepada Pertamina,” kata Direktur Jenderal Migas Djoko Siswanto.
Keberhasilan meningkatkan keuangan negara tak lepas dari upaya Pemerintah mengeluarkan sejumlah regulasi yang lebih menguntungkan keuangan negara.
Salah satunya melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2018 yang memuat penghapusan batas atas signature bonus dari sebelumnya yang dipatok pada angka USD 250 juta.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah sebelumnya telah mengatur komponen dalam menentukan besaran bagi hasil migas antara negara dan kontraktor yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 53 Tahun 2017 sebagai revisi dari Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 terkait Skema Gross Split.
Penerimaan negara dalam kontrak gross split ini terdiri atas bagian negara, bonus-bonus dan pajak penghasilan kontraktor. Selain penerimaan negara, Pemerintah memperoleh pajak tidak langsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan begitu, Arcandra menegaskan kehadiran skema gross split menggantikan cost recovery merupakan jawaban atas perbaikan iklim investasi migas.
“Ini manfaat lain dari gross split. Selain memperbaiki segi keuangan negara, mampu mempercepat bisnis proses hulu migas sehingga menggairahkan kembali iklim investasi migas,” ujarnya.
Hingga kini telah ada 20 kontrak blok migas yang dikelola dengan skema gross split baik dari hasil lelang maupun terminasi. Sebanyak 9 hasil lelang (5 di 2017 dan 4 di 2018) dan 11 blok terminasi (1 di 2017, 6 di 2018 dan 4 di 2019).
Sumber: www.esdm.go.id
Editor: Catur Apriliana