Meskipun harga minyak dan batubara global sedang mengalami tren kenaikan, Pemerintah Indonesia menjamin tidak akan ada kenaikan tarif listrik masyarakat. Sebagai energi utama untuk pembangkit listrik, kedua komoditas tersebut memang sangat mempengaruhi Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkit listrik. Tren Indonesian Crude Price (ICP) meningkat mencapai USD 61,87 per barel pada Maret 2018, naik dari Juni 2017 yang hanya sebesar USD 43,7 per barel.
Demikian halnya harga batubara acuan (HBA) bulan Maret 2018 mencapai USD 101,86 per ton, padahal Juni 2017 angkanya hanya USD 75,5 per ton. Harga minyak dan batubara juga menjadi sebagian penyebab meningkatnya BPP pembangkitan listrik tahun 2017 menjadi sebesar Rp. 1.025 per kWh dibanding tahun sebelumnya.
“Perkembangan harga energi global diluar kontrol kita. Variabel pembentuk BPP listrik seperti harga minyak atau BBM, harga batubara, harga gas, harga beli listrik dari pembangkit swasta meningkat, semuanya meningkat. Itu terjadi secara global. Kita mitigasi dengan policy action yang tepat, tarif listrik masyarakat tidak dinaikkan, bahkan hingga 2019 nanti. Itu untuk melindungi daya beli dan daya saing industri,” ungkap Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jumat (6/4).
Menanggapi tren kenaikan harga energi global tersebut, respon Pemerintah yaitu melindungi daya beli masyarakat dan daya saing industri dengan tidak menaikkan tarif listrik, tetap memberikan subsidi penuh kepada rakyat kecil dan terus melakukan praktek efisiensi biaya pokok penyediaan listrik.
Subsidi penuh diberikan untuk rakyat kecil sehingga tarif listrik rumah tangga pelanggan 450 VA tetap sebesar Rp. 415 per kWh dan pelanggan 900 VA tidak mampu sekitar Rp. 605 per kWh. Jauh dibawah tarif keekonomian sebesar Rp. 1.467 per kWh.
Sedangkan tarif rumah tangga 900 VA mampu sebesar Rp. 1.352 per kWh dan pelanggan 1.300 VA keatas sesuai harga keekonomian.
Subsidi listrik tetap diberikan secara tepat sasaran, utamanya bagi pelanggan kecil. Realisasi subsidi tahun 2017 (unaudited) sebesar Rp. 45,7 triliun, turun dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp. 63,1 triliun.
Sejak tahun 2015, besaran subsidi listrik menurun signifikan dibanding sebelumnya. Berikut besaran subsidi listrik dari tahun 2013 berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), tahun 2013 (Rp. 100 triliun), tahun 2014 (Rp. 101,8 triliun), tahun 2015 (Rp. 58,3 triliun), tahun 2016 (Rp. 63,1 triliun).
“Policy subsidi energi itu terus dibuat semakin tepat sasaran, karena anggaran negara juga terbatas dan diprioritaskan untuk kebutuhan yang lebih menyentuh rakyat. Sejak tahun 2015, subsidi energi menurun sedangkan belanja infrastruktur, kesehatan dan pendidikan meningkat. Subsidi merupakan bantalan untuk melindungi daya beli masyarakat, tapi harus tepat sasaran. Seperti saat ini agar tarif listrik utamanya rakyat kecil tidak naik,” pungkas Agung.
Sumber: www.esdm.go.id
Editor: Hendri Kurniawan