Head of Agreement (HoA) Divestasi 51% Saham PT Freeport Indonesia merupakan bentuk transparansi pengambilalihan saham milik bangsa Indonesia. Proses ini dinilai lebih menguntungkan bagi kepentingan negara daripada diambil secara paksa pada akhir masa Kontrak Karya tahun 2021.
“Jangan kita terjebak kontroversi (HoA) mengikat atau tidak mengikat. Kita dalam perjalanan terowongan yang gelap yang selama ini tidak tahu ujungnya dimana. HoA ini secercah cahaya yang muncul sebagai jalan keluarnya,” ujar Rendi Ahmad Witular, Head of Corporate Communication and Government Relation PT Inalum dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Divestasi Freeport: Kedaulatan Tambang Indonesia” di Ruang Serba Guna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (23/07/2018).
Pemerintah mengakui bahwa proses menuju divestasi saham 51% tersebut berdasarkan negosiasi alot selama hampir 4 tahun antara para pihak baik pemerintah RI, PT Freeport McMoran dan Rio Tinto.
Rendi menjelaskan, sesuai dengan HoA 12 Juli 2018 lalu berisikan pencapaian dua hal yakni struktur transaksi dan harga divestasi saham. Terkait mekanisme struktur transaksi adalah bagaimana menyelesaikan menuntaskan Participating Interest (PI) PT Rio Tinto.
“Setelah HoA ini, PT Inalum sebagai BUMN tambang yang ditunjuk pemerintah mengelola Freeport, akan dilanjutkan tiga kesepakatan berikutnya,” jelasnya.
Meski belum menjadi perjanjian mengikat (legally binding) dengan adanya perjanjian HoA, lanjut rendi, dapat diperjelas kepastian transaksi pembelian saham seperti waktu membayar, cara membayar, tenggang waktu pembayaran.
Ia juga menuturkan bahwa ada tiga kesepakatan dari HoA tersebut, pertama adalah perjanjian pengikatan jual beli atau sales and purchase agreement (SPA), selanjutnya adalah shareholders agreement atau seperti perjanjian kesepakatan antara pemegang saham dengan pemegang saham baru.
“Terakhir adalah exchange agreement atau pertukaran informasi antara pemegang sahan baru dan pemegang saham lama,” tuturnya.
Salah satu isi kesepakatan adalah Inalum akan membeli saham Freeport senilai USD 3,85 miliar dengan pembagian USD 3,5 miliar untuk membeli saham Rio Tinto di Freeport, kemudian sisanya USD 350 juta untuk membeli saham Indocooper Investasi di Freeport Indonesia.
“HoA itu sebenarnya bentuk tansparansi dari Inalum, Pemerintah, untuk mengkomunikasikan ini (divestasi) semua. Bisa dibayangkan kalau diam-diam deal tanpa ada penjelasan semuanya, nanti pada kaget. Ini bentuk dari good governance,” tegas Rendi.
Menurut Rendi, persoalan PI Rio Tinto memang harus dituntaskan. Sebab, begitu kontrak perpanjangan berlaku tahun 2022 dan posisi tidak diambil Inalum maka 40% dari hasil produksi Freeport akan menjadi milik mereka.
“Katakanlah tambang Grasberg memproduksi 100 juta ton dan 40 juta ton itu diambil oleh mereka. Sebanyak 60 juta ton itu untuk Indonesia dan FCX (Freeport McMoran). Kalau tidak mengatasi masalah PI Rio Tinto pendapatan negara akan sangat jauh berkurang,” jelasnya.
Sebelum 2022, Rio Tinto tetap mendapatkan 40% dari produksi namun jika produksi Freeport mencapai level tertentu. Misalnya target 100 juta ton harus dicapai, namun kalau tidak tercapai Rio Tinto tidak mendapatkan apa apa.
Bahkan, jika mengambil alih semua saham Freeport McMoran setelah tahun 2021 maka pihak Indonesia harus membayar seluruh aset (termasuk pembangkit listrik) dan SDM senilai USD 6 miliar.
Berdasarkan dari komposisi pendapatan yang selama ini diketahui oleh publik, PTFI menguasai 54,3%, Indonesia (pemerintah dan PT Indocopper Investama) 9,6% dan PI Rio Tinto 40%.
Sementara ketika pola pembelian saham langsung Freeport McMoran (FXC) tanpa mengakuisi Rio Tinto maka kepemilikan saham Indonesia hanya bertambah menjadi 31% tapi Rio Tinto tetap mendapatkan 40% pendapatan dari pendapatan produksi.
Mengacu pada laporan keuangan PT Inalum per 31 Desember 2017, BUMN Holding tambang tersebut memiliki kas tunai sekira Rp 16 triliun. Bahkan pada kuartal pertama tahun 2018 diperkirakan pendapatan perseroan naik menjadi Rp 20 triliun.
“Dari kekuatan finansial Inalum jelas mampu melunasi utang untuk membeli saham 51% Freeport ini. Potensi bisnis tambang Grasberg amat besar,” tukas Rendi.
Reporter: Rahmawati Alfiyah