Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyampaikan bahwa kebebasan berinovasi dalam pengembangan teknologi menjadi kunci bagi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.
Menurutnya, teknologi merupakan pilar penentu bagi strategi percepatan pembangunan, khususnya dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
“Kalau mau percepatan, tiga pilarnya yaitu, pertama, bisnis proses harus transparan dan accountable, kedua, human capital yang mumpuni, ketiga, adalah teknologi. Karena kalau tidak ditunjang teknologi maka percepatan yang terjadi kemungkinan akan pelan, bahkan malah menjadi perlambatan,” kata Arcandra dalam acara Seminar Nasional Percepatan Realisasi EBTKE: Masalah dan Solusi, di Gedung Aula Timur Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung Jawa Barat, Selasa (15/5).
Arcandra menjelaskan, masalah utama yang menjadi penghambat lahirnya sebuah inovasi teknologi, khususnya dalam pengembangan EBT adalah pola pikir yang terlalu kaku dan kurangnya ruang kebebasan untuk berinovasi. “Hal ini menyebabkan inovasi teknologi belum optimal bahkan sering kali gagal di tengah jalan,” ungkapnya.
Baginya, dalam melakukan inovasi dan pengembangan teknologi harus ada kebebasan. Apalagi, dalam membuat inovasi terkadang selalu menemui kegagalan.
Menurut Arcandra, kegagalan tersebut jangan sampai menjadi persoalan dikemudian hari, sehingga membuat para inovator takut untuk berkreasi. Pola pikir yang berkembang di masyarakat harus ada toleransi terhadap kegagalan dalam sebuah pengembangan teknologi dan inovasi.
“Selama ini kita zero tolerance terhadap kegagalan (dalam berinovasi). Padahal inovasi berasal dari sebuah kegagalan,” ujarnya.
Di Indonesia terdapat paradigma bahwa segala sesuatu tidak boleh dilakukan kecuali yang disuruh. Menjadikan setiap terobosan yang akan dikerjakan perlu ada dasar ketentuannya.
“Kita sangat takut sekali kalau (berinovasi) menciptakan sesuatu jika tidak ada cantolan hukumnya, tidak akan ada yang berani. Kalau ini terjadi terus kapan kita bisa maju,” imbuh Arcandra.
Namun, Arcandra menegaskan bahwa pemerintah tetap berupaya mendorong inovasi pemanfaatan EBT untuk melistriki wilayah terluar Indonesia yang belum teraliri listrik PLN, salah satunya melalui program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE).
“Satu rumah dapat empat lampu yang terkoneksi dengan panel surya,” tuturnya.
Program tersebut dibuat agar masyarakat di daerah terpencil seperti di Papua dan sebagian wilayah Indonesia Timur bisa mendapat akses listrik. Program LTSHE ini telah berjalan sejak tahun 2016. Pada tahun 2017 realisasinya telah mencapai 79.556 rumah di lima provinsi.
Tahun ini, realisasinya ditargetkan mencapai 175.782 rumah di 15 provinsi dan tahun 2019 diproyeksikan sebanyak 150.000 rumah yang dapat teraliri listrik melalui program LTSHE ini.
“Inilah nawacita Pak Presiden membangun Indonesia dari pinggiran, dengan membagikan gratis lampu tenaga surya hemat energi bagi saudara-saudara kita di daerah terpencil,” pungkas Arcandra.
Sumber: www.esdm.go.id
Editor: Hendri Kurniawan