Dalam unggahannya di laman facebook, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan kronologi perjalanan Pemerintah Indonesia mengakuisisi 51 saham Freeport McMoran (FCX) ke PT Freeport Indonesia (PTFI), Kamis (27/12).
Sri Mulyani menyampaikan, Presiden Joko Widodo telah menugaskan para menteri untuk melakukan negosiasi kontrak Freeport yang menyangkut empat hal yang tidak terpisahkan.
Pertama, lanjutnya, Keharusan FCX melakukan divestasi 51% kepemilikan pada PT. Freeport Indonesia (FI) ke Indonesia. Kedua, Keharusan FCX untuk membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun semenjak persetujuan perpanjangan operasi ditandatangani.
“Selanjutnya, keharusan FCX membayar lebih besar bagi penerimaan negara (Perpajakan Pusat dan Daerah dan PNBP – Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan Perpajangan Operasi 2×10 tahun hingga 2041 diatur dalam skema (Ijin Usaha Perkembangan Khusus) IUPK sebagai pengganti Kontrak Karya,” tambah Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa tugas yang diemban dari Presiden tersebut bukanlah hal yang mudah. Bahkan, tugas itu merupakan hal yang sangat kompleks.
Pasalnya, segala urusan menyangkut operasi Freeport di Papua adalah selalu sensitif secara politik, hukum, ekonomi, sosial, dan keamanan.
“Berbagai kepentingan sudah mengakar tidak hanya dari dalam negeri namun juga menyangkut perusahaan global FCX yang listed di New York Amerika Serikat,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa setiap ucapan, tindakan dan keputusan pemerintah yang menyangkut penanganan pertambangan Freeport akan membuktikan dimana posisi pemerintah Republik Indonesia terhadap kepentingan negara dan kemakmuran rakyatnya baik di Papua maupun seluruh rakyat Indonesia.
“Kepentingan membangun ketahanan ekonomi Indonesia termasuk pembangunan industri, kepentingan perbaikan dan kelestarian lingkungan, kepentingan penerimaan negara, kepentingan kepastian hukum dan menjaga tata kelola yang baik, dan kepentingan menjaga kepercayaan dunia usaha dan Invetasi,” tegas Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menceritakan peran dari beberapa Menteri yang terlibat dalam penugasan negosiasi tersebut. Ia mengatakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan jajarannya bertugas untuk melakukan negosiasi dari aspek pengalihan KK menjadi IUPK dan kontrak pembangunan smelter.
Selain itu, Menteri BUMN Rini Soemarno dan jajaran BUMN dan Kementerian Keuangan bertugas untuk menangani struktur transaksi divestasi 51 persen dilakukan.
Hal itu dimulai dari pembentukan holding pertambangan Inalum, menunjuk Dirut Inalum Budi Sadikin untuk meneliti kontrak FCX dengan Rio Tinto, melakukan valuasi yang fair dan transparan dan dapat diterima oleh semua pihak di dalam dan luar negeri.
“Menteri BUMN dan Inalum mengusulkan dan menyelesaikan struktur transaksi pengambil alihan antara Rio Tinto-FCX dan FCX-Inalum, juga pembagian porsi yang akan dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Provinsi Papua dan kabupaten Mimika),” paparnya.
Selain mengawal penerbitan obligasi Inalum untuk pembelian saham 51 persen, Menkeu dan Menteri BUMN melakukan penanganan Rating Agency Moodys dan Fitch sampai dengan status kewajiban perpajakannya.
“Untuk mendapatkan rating obligasi global dari Inalum agar mendapat rating terbaik sesuai dengan rating Sovereign RI. Menkeu beserta jajaran DJP meneliti transaksi Rio Tinto -FCX dan Inalum untuk menetapkan status kewajiban perpajakannya,” imbuh Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan jajaran Kementerian KLH juga berperan dalam melakukan negosiasi aspek lingkungan, meneliti praktek dan persetujuan masa lalu, namun juga menjamin operasi kedepan yang lebih baik dari segi lingkungan.
“Saya menghitung sejak pertengahan 2017 hingga Desember, lebih dari 34 kali pertemuan dan rapat di internal Kemenkeu, antar Kementrian dan Lembaga dan Pemda Papua dan Mimika, dengan pihak FCX dan Rio Tinto, Lembaga Rating dll. Belum rapat di internal ESDM, BUMN, KLH, dan rapat di tingkat Menko,” terangnya.
Ia juga menggaris bawahi bahwa Presiden Jokowi memberikan arahan tersebut bertujuan untuk memperjuangkan untuk sebesar-besar kepentingan bangsa dan negara, termasuk kepentingan rakyat Papua.
“Tidak ada kepentingan pribadi atau kelompok yang boleh menunggangi,” tukas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menegaskan bahwa perintah Presiden tersebut sudah tegas dan jelas. Hal itu kemudian memberikan kekuatan moral dan politik kepada para menteri untuk bernegosiasi secara tegas, fokus, berwibawa, dan konsisten tanpa konflik kepentingan dan unsur korupsi.
Ia juga memastikan bahwa tidak ada perundingan melalui pintu belakang. Para menteri bersama-sama menghadapi perundingan dan saling menunjang dan membantu.
“Kepemimpinan Presiden memberikan kejelasan dan melindungi kami dari berbagai kelompok yang memiliki kepentingan berbeda,” kata dia.
Sri Mulyani menerangkan bahwa hal itu merupakan hasil kerja keras penuh profesionalisme dan integritas serta dedikasi dari seluruh komponen bangsa yang ingin menperjuangkan dan memberikan terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia.
“Indonesia boleh bangga dengan hasil terbaik yang dipersembahkan anak-anak bangsanya,” pungkasnya.
Sumber: www.kemenkeu.go.id
Editor: Eva Ulpiati