Home Nasional Kontribusi Indonesia untuk Penyelamatan Bahaya Longsor

Kontribusi Indonesia untuk Penyelamatan Bahaya Longsor

175
0
SHARE

Organisasi Standar Internasional atau International Organization for Standardization (ISO) menetapkan sistem peringatan dini longsor (LEWS) dari Indonesia untuk dipublikasikan sebagai ISO 22327. Penetapan ini disampaikan oleh Sekretariat ISO TC 292 di Kantor Standardisasi Australia, Sydney, Jumat (16/3).

Dengan penetapan ini, maka LEWS yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ditingkatkan menjadi ISO 22327 sebagai Guidelines for Implementation of a Community-based Landslide Early Warning System.

Kepala BNPB Willem Rampangilei menyampaikan bahwa sistem peringatan dini longsor ini sebagai bentuk kontribusi Indonesia dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada dunia untuk menyelamatkan masyarakat dari ancaman bahaya longsor. “Mari menciptakan bumi yang aman dari bencana untuk generasi mendatang,” katanya.

Willem mengingatkan bahwa sistem peringatan dini yang baik tidak hanya pada peralatan yang berdiri sendiri tetapi pada akhirnya sistem tersebut dapat saling terkait sebagai suatu sistem peringatan dini yang efektif.

Komunitas berperan sangat penting sebagai bagian inti dari sistem tersebut. hal itu lantaran mereka sendiri yang akan mendapatkan ancaman. maka dari itu, komunitas harus menjadi bagian dari sistem dan harus memahami kerja sistem tersebut.

Melalui penetapan ISO ini, sistem peringatan dini longsor dapat menjadi penguatan wujud Indonesia sebagai laboratorium bencana dunia.

Di samping itu, industri kebencanaan dapat tumbuh dan berkontribusi untuk melindungi masyarakat dari ancaman bencana sehingga berdampak positif dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Sistem Peringatan Dini Longsor atau Landslide Early Warning System (LEWS) Berbasis Masyarakat terdiri dari 7 sub sistem yang dikembangkan dari konsep peringatan dini berbasis masyarakat milik badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNISDR).

Sub sistem tersebut adalah (1) penilaian risiko, (2) sosialisasi, (3) pembentukan tim siaga bencana, (4) pembuatan panduan operasional evakuasi, (5) penyusunan prosedur tetap, (6) pemantauan, peringatan dini, dan geladi evakuasi, serta (7) membangun komitmen otoritas lokal dan masyarakat dalam pengoperasian dan pemeliharaan keseluruhan sistem peringatan dini tanah longsor.

Pada awal mula LEWS ini telah diuji coba di lebih dari 150 lokasi di Indonesia. Kemudian sistem ini dikembangkan untuk mendapakan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan akhirnya ditetapkan pada tahun 2017.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugrogo menambahkan, bersamaan dengan proses penyusunan SNI tanah longsor tersebut, pada tahun 2014 Indonesia juga mengajukan usulan untuk penyusunan Standar Internasional melalui ISO.

Usulan tersebut disetujui dan masuk dalam komite ISO/TC 292: Security and Resilience pada Working Group 3: Emergency Management, sebelum akhirnya mendapatkan ISO 22327.

Ia menyebutkan, proses panjang untuk mendapatkan ISO sejak 2014 ini tidak terlepas dari inisiatif dan upaya bersama BNPB, Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan UGM.

Namun demikian, LEWS ini pada akhirnya diharapkan dapat berkontribusi signifikan dalam konteks bahaya longsor di Indonesia. Lebih dari 40 juta masyarakat di 274 kabupaten/kota terpapar bahaya longsor. Longsor sendiri merupakan bencana paling mematikan di Indonesia.

 

Sumber: www.setkab.go.id

Editor: Hendri Kurniawan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here