Perlindungan atas resiko usaha yang dialami oleh pembudidaya ikan kecil akibat serangan wabah penyakit dan/atau bencana alam merupakan amanat dari Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Tambak Garam.
Untuk mengimplementasikan amanat tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bergerak cepat dengan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Jaminan Perlindungan atas Risiko kepada Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Keseriusan KKP dalam merealisasikan amanat UU No. 7/2016 dan Permen KP No. 18/2016 diwujudkan dalam bentuk Program Asuransi Perikanan bagi Pembudidaya Ikan Kecil (APPIK), sekaligus menjadikan program ini sebagai salah satu program prioritas KKP di bidang perikanan budidaya tahun 2017.
Menandai peluncuran perdana program tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menyerahkan secara simbolik polis asuransi kepada perwakilan penerima bantuan di Jakarta.
Susi menegaskan bahwa asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil ini merupakan langkah konkrit dari komitmen KKP untuk melindungi pembudidaya ikan kecil agar mereka semakin berdaya dan mampu bangkit saat menghadapi kegagalan produksi akibat penyakit maupun bencana alam.
“Perlindungan ini akan memberikan jaminan akan keberlangsungan dan berkelanjutan usaha yang mereka lakukan,” katanya saat menyerahkan asuransi kepada perwakilan nelayan di Jakarta, Kamis (04/01).
Susi juga berpesan, agar para pembudidaya terus termotivasi untuk terus bekerja keras. “Jangan malah terlena dengan asuransi ini.”
Berjalannya program APPIK merupakan hasil kerja sama KKP dengan menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Dalam proses selanjutnya, PT. Asuransi Jasa Indonesia telah ditetapkan sebagai perusahaan asuransi pelaksana didukung oleh konsorsium yang merupakan gabungan 8 (delapan) perusahaan asuransi (Ko-Asuransi).
Adapun produk asuransi yang dihasilkan diberi nama Asuransi Usaha Budidaya Udang (AUBU) karena untuk tahun 2017 difokuskan untuk budidaya udang/polikultur udang. Skema polis AUBU pada program APPIK merupakan yang pertama kali ada di Indonesia bahkan dunia.
“Tahun 2017 kita inisiasi skema asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil dan menjadi yang pertama ada di Indonesia bahkan menurut OJK pertama di dunia. Kita ingin pembudidaya ikan kecil ini lebih berdaya, oleh karenanya negara hadir untuk memberikan jaminan keberlanjutan usaha yang digeluti. Kedepan harapannya akan lebih banyak lagi pembudidaya ikan kecil yang memiliki usaha dengan teknologi sederhana dapat terlindungi melalui asuransi ini,” jelas Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto.
Slamet menjelaskan bahwa pada tahun 2017 ini, setidaknya sebanyak 2.004 orang pembudidaya ikan kecil dengan luas lahan 3.300 hektar di-cover program ini. Penerima manfaat program tersebar di 14 Provinsi mencakup 37 kabupaten/kota yang ada di Indonesia.
“Bentuk bantuan program ini adalah pembayaran premi asuransi perikanan senilai Rp450.000 per hektar per tahun dengan manfaat pertanggungan hingga Rp15.000.000 per hektar per tahun. Untuk memenuhi nilai tersebut KKP mengalokasikan anggaran senilai Rp1,485 miliar di tahun 2017,” ujarnya.
KKP sendiri menetapkan kriteria calon penerima bantuan premi asuransi ini, antara lain terdaftar dalam database kartu pembudidaya ikan (aquacard), diutamakan sudah tersertifikasi Cara Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB) dan merupakan pembudidaya ikan kecil dengan pengelolaan lahan kurang atau sama dengan 5 hektar serta menggunakan teknologi sederhana. (EA)