Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum Henri Subiakto mengajak masyarakat Indonesia untuk mengenal lebih dekat ciri-ciri hoaks dan penyebar kabar bohong serta ujaran kebencian.
Ia menunjukkan cara mengenal ciri-ciri hoaks guna menghindari konsekuensi hukum yang berlaku bagi penyebar maupun yang hanya sekadar membagikan.
Henri mengingatkan masyarakat untuk tidak ikut menyebarkan informasi yang diterima di media sosial, karena biasanya informasi-tersebut seringkali mengajak dengan menggunakan bahasa-bahasa yang dapat menimbulkan kebencian maupun amarah.
“Ciri-ciri hoaks kalau saat kita terima atau membaca informasi yang dapat membuat kita membenci orang lain atau kelompok tertentu, sehingga mereka menciptakan adanya kebencian, kekhawatiran dan permusuhan,” tuturnya beberapa hari yang lalu.
Contohnya, lanjut Henry, salah satu pesan teks yang biasanya dijumpai misalnya dengan mengatakan, ‘Indonesia ini bisa hancur’ sehingga muncul ketakutakan dari masyarakat, bahkan dapat menciptakan permusuhan.
“Biasanya juga diminta untuk memviralkan dengan kata-kata ‘minta diviralkan, minta disebarkan, jangan berhenti disini kalau berhenti disini tidak masuk surga’ itu justru ciri-ciri hoaks yang seharusnya jangan sampai disebarkan lebih luas lagi,” ujarnya.
Henri mengatakan, ancaman bagi penyebar dan yang ikut membagikan tentu harus berhadapan dengan hukum, sebagaimana yang diterapkan melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Kalau masyarakat atau siapapun yang mendapatkan pesan yang dia sendiri tidak yakin kebenaran pesan itu, tidak tahu benar atau tidak lalu kemudian membagikan, maka dia harus mengambil tanggungjawab tentang kebenaran itu. Jadi kalau pesan itu sudah dibagikan tapi ternyata isinya menghina atau mencemarkan nama baik orang lain, maka orang yang ikut membagikan saja juga ada konsekuensi hukumnya,” kata dia.
Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 ayat 2 yang berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dapat dijerat dengan hukum pidana.
“Karena memang Undang-Undang ITE itu yang dilarang adalah yang mendistribusikan, yang membuat dapat diaksesnya informasi. Jadi justru kalau mau Indonesia baik maupun untuk diri sendiri, jangan ikut membagikan kalau kita sendiri tidak yakin kebenaran informasi itu,” tandas Henri.
Sumber: www.kominfo.go.id
Editor: Eva Ulpiati