Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku kecewa dengan pegawainya yang tertangkap Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Jumat (4/5) lalu. Pasalnya, reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan yang telah lama dilakukan dalam menciptakan transparansi dinodai oleh salah satu pegawainya yang berinisial YP.
“Terus terang saya kecewa, reformasi yang sudah dilakukan begitu panjang dalam upaya untuk menciptakan transparansi dalam proses bisnis berbasis sistem IT, ternyata masih ada oknum di Kemenkeu yang mencari kesempatan untuk menjadi makelar anggaran,” tegas Sri Mulyani dalam keterangannya saat konferensi pers di Gedung Djuanda Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (07/05).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelar konferensi pers untuk mengklarifikasi Operasi Tangkap Tangan (OTT) seorang oknum Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) penerima gratifikasi berinisial YP yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sementara itu, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Boediarso menyatakan bahwa Kemenkeu telah membebastugaskan sementara oknum YP dalam rangka mendukung langkah dan proses hukum yang tengah dijalankan oleh KPK.
“Pertama, akan membebastugaskan sementara yang bersangkutan dari PNS. Kedua, menyampaikan SK pemberhentian sementara yang bersangkutan dari jabatannya. Dan kami di internal melakukan pembersihan internal saat ini terhadap siapapun juga yang terindikasi terutama terkait praktek-praktek gratifikasi, percaloan, suap ataupun korupsi, kolusi dan nepotisme,” paparnya.
Menurut Boediarso, kasus tersebut dapat terungkap berkat kerjasama antara Kementerian Keuangan yang diwakili oleh DJPK serta Itjen dan KPK. “Kasus ini (terungkap) atas kerjasama DJPK dari kasus tahun 2013 yang lalu. Kita telah memperoleh bukti-bukti rekaman, foto yang bersangkutan, yang berkaitan dengan salah satu Pemda Kalimantan Timur dan dari situ kemudian, rekaman bukti tadi kami serahkan kepada IBI Inspektorat Jenderal dan kasus-kasus terakhir. Atas dasar itu dilakukan OTT dengan KPK,” jelasnya.
Modus yang dilakukan YP yang menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menunjukkan adanya indikasi kegiatan makelar pengurusan APBN.
“Yang bersangkutan sebetulnya tidak memegang proyek apapun di lingkungan DJPK, tidak punya kewenangan apapun untuk mengalokasikan anggaran atau untuk menetapkan, mengusulkan satu proyek apakah pengembangan kawasan perumahan atau pemukiman di daerah manapun,” ungkap Boediarso.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menginstruksikan kepada seluruh jajaran eselon I untuk meneliti kembali seluruh proses penyusunan dan pembahasan anggaran untuk mendeteksi potensi korupsi dan penyalahgunaan wewenang di seluruh lapisan atas hingga jajaran staf.
“Oleh karena itu, saya meminta kepada seluruh jajaran Kementerian Keuangan untuk terus memperkuat dan meningkatkan transparansi di dalam pengelolaan APBN ini, baik dari penyusunan awal, baik pada saat pembahasan trilateral antara Kementerian Keuangan, Bappenas dan K/L dan juga baik dari sisi penetapan transfer ke daerah, baik itu berdasarkan formula maupun proposal,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, usulan proposal dari daerah tidak boleh lagi ada kontak tatap muka atau bertemu antara jajaran Kementerian Keuangan dengan daerah. Proposal bisa disampaikan secara online dan pembahasan bisa dilakukan secara elektronik hingga keputusan bisa dilakukan secara transparan.
Reporter: Eva Ulpiati