Home Nasional Pinta Restrukturisasi Direksi, Pilot dan Karyawan Garuda Indonesia Ancam Mogok

Pinta Restrukturisasi Direksi, Pilot dan Karyawan Garuda Indonesia Ancam Mogok

48
0
SHARE

Serikat Bersama (Sekber) Serikat Karyawan PT garuda Indonesia (Persero) Tbk (SEKARGA) mengancam akan melakukan mogok bersama jika tuntutannya tidak dipenuhi oleh Pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno sebagai pemegang saham perusahaan.

Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum SEKARGA, Ahmad Irfan Nasution, saat menggelar konferensi pers terkait kekhawatiran pilot dan karyawan terhadap kondisi perusahaan, di Jakarta, Rabu (2/5).

Irfan menyampaikan bahwa ancaman mogok tersebut dilakukan lantaran terdorong oleh kondisi internal perusahaan yang membahayakan kelangsungan Garuda ke depan.

“Permasalahan tersebut diantaranya, kondisi keuangan, operasional, dan hubungan industrial yang tidak kondusif,” ujarnya.

Untuk diketahui, berdasarkan Laporan Tahunan PT Garuda Indonesia tahun 2017, perusahaan tersebut mencatatkan total kerugian sebesar USD 213,4 juta.

Nilai saham Garuda Indonesia juga terus mengalami kemerosotan. Pada tanggal 26 Januari 2011, nilai saham Garuda sebesar Rp 750 per lembar saham. Namun, ketika ditutup pada tanggal 25 April 2018, nilai saham Garuda turun sebesar Rp 292.

Irfan menuturkan, SEKARGA juga meminta kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno sebagai pemegang saham untuk melakukan restrukturisasi sejumlah Direksi PT Garuda Indonesia.

“Saat ini ada 8 Direksi, jika berpedoman pada Civil Aviation Safety Regulation (peraturan penerbangan sipil Republik Indonesia) normalnya 6 Direksi,” tegasnya.

Dalam pergantian direksi, SEKARGA juga berharap dapat mengutamakan profesionalisme di bidang penerbangan. “Direksi PT Garuda Indonesia harus berasal dari internal, karena lebih memahami permasalahan yang terjadi di perusahaan,” tandas Irfan.

Menurutnya, saat ini telah terjadi kegagalan manajemen di Garuda Indonesia. Hal itu disebabkan oleh kegagalan dalam merubah sistem penjadwalan crew yang dilaksanakan pada November 2017 lalu. Sehingga mengakibatkan sejumlah pembatalan dan penundaan penerbangan, dan mencapai puncaknya pada awal Desember 2017.

“Pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah Direktur Marketing dan Teknologi Informasi (TI),” terang Irfan.

Irfan memaparkan, karena ketidakmampuan Direktur Marketing dan IT dalam membuat strategi pemasaran, peningkatan usaha penjualan tiket penumpang tidak mampu mengimbangi beban usaha.

“Hal ini dapat dilihat dari penurunan rata-rata passenger yield (harga jual tiket) penumpang pada tahun 2017 jika dibandingkan dengan tahun 2016,” paparnya.

Selain itu, Irfan juga menilai bahwa posisi Direktur Kargo dalam perusahaan tidak diperlukan lantaran sebelumnya unit kargo hanya dipimpin oleh pejabat setingkat Vice President. Ia memaparkan, sejak 2016 dengan adanya Direksi Kargo, kinerja direktorat tidak meningkat dan hanya ada peningkatan biaya organisasi.

“Pesawat Garuda Indonesia kan tidak memiliki freighter aircraft (pesawat khusus kargo),” paparnya.

Irfan juga mengungkapkan bahwa Direktur Personalia Garuda Indonesia sering mengeluarkan peraturan perusahaan yang bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tanpa berunding dengan Serikat Pekerja. Sehingga hal itu menyebabkan perselisihan dan pengakibatkan suasana kerja yang tidak kondusif. “Ini tentu berdampak pada penurunan safety,” pungkasnya.

 

Reporter: Hendri Kurniawan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here