Untung Suropati
Tersirat kesan Tim Pokja penyusun dokumen strategis tersebut kurang memahami esensi dan arah kebijakan Poros Maritim Dunia sebagaimana dipidatokan Presiden Joko Widodo.
Padahal sebagai visi geopolitik sekaligus manifestasi tujuan nasional, semestinya kebijakan Poros Maritim Dunia tercantum dalam RPJMN/ RPJPN yang diperkuat dengan Ketetapan MPR. Ini penting untuk menjaga muruah sekaligus menjamin kontinuitas gagasan monumental tersebut. Di sinilah dokumen cetak biru strategi raya Poros Maritim Dunia menjadi sangat penting dan menemukan relevansinya.
Sebagaimana strategi pada umumnya, strategi raya Poros Maritim Dunia terdiri dari tiga elemen utama, yaitu ends (objectives), ways (courses of action), dan means (resources), di mana ends merupakan totalitas ways + means. Poros Maritim Dunia adalah mega proyek nasional dengan rentang waktu lintas generasi. Oleh karena itu, komitmen, konsistensi, dan peran aktif seluruh komponen bangsa menjadi kunci utama keberhasilan membangun Poros Maritim Dunia.
Faktor penghambat
Tak dapat dipungkiri Poros Maritim Dunia adalah jargon politik yang berkontribusi besar pada kemenangan Ir. Joko Widodo dalam kontestasi politik Pemilu Presiden 2014. Begitu lekatnya jargon tersebut pada diri sang penggagas, sehingga Poros Maritim Dunia seolah identik dengan Presiden Joko Widodo. Tak heran apabila publik menjadikan Poros Maritim Dunia sebagai parameter kinerja presiden. Berdasar teori Leadership Vision and Strategic Direction karya Don Brecken, 1 kita mengidentifikasi adanya tiga pokok persoalan yang menjadi faktor penghambat terwujudnya Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
a. Visi.
Ketiadaan visi maritim sampai dengan doktrin Poros Maritim Dunia didengungkan Presiden Joko Widodo di awal masa pemerintahannya tiga tahun silam, menyebabkan orientasi pembangunan nasional selama beberapa dekade bercorak sangat kedaratan. Ironis, mengingat 2/3 wilayah Indonesia berupa lautan. Padahal sebagai negara yang secara geografis menempati posisi silang strategis dunia, mestinya kitamemiliki minimal tiga global transhipment port sekelas Pelabuhan Singapura. Sementara di bidang pertahanan dengan berbagai potensi yang dimiliki, kekuatan armada militer kita harusnya minimal masuk kategori 10 negara terkuat di dunia.
b. Kepemimpinan.
Pada diskusi ilmiah PPSA XX/2015 Lemhannas RI bertajuk ‘Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia’, Geoffrey Till mengatakan bahwa kunci utama keberhasilan membangun Poros Maritim Dunia adalah kepemimpinan yang kuat (strong leadership). Ahli strategi maritim dunia asal Inggris tersebut mengambil contoh kasus China. Sementara Indonesia, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, yang dihadapi kini justru situasi penuh dilema. Kultur politik yang berkembang, menyebabkan peran dan posisi presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan menjadi tidak efektif.
c. Strategi.
Pengalaman membuktikan, dengan strategi yang tepat tujuan strategis dapat diwujudkan. Contohnya perjuangan panjang dan melelahkan untuk menggolkan Konvensi Hukum Laut di forum PBB tahun 1982. Kombinasi strategi yang tepat didukung diplomasi yang hebat, menghasilkan capaian yang luar biasa: proposal United Nations Convention of the Law on the Sea (UNCLOS 1982) usulan Indonesia diterima. Tanpa letusan sebutir peluru pun, perairan Indonesia bertambah luas 2,5 kali lipat! Sebagai kebijakan nasional, memang benar setelah hampir tiga tahun menunggu, konsep Poros Maritim Dunia akhirnya dihitamputihkan. Tapi dengan masih banyaknya kelemahan – sebagaimana telah diuraikan – pertanyaannya, mampukah Indonesia meraih kembali mimpinya menjadi negara maritim hebat?. (*)