Home Maritim Poros Maritim Dunia: Doktrin Maritim yang Terlupakan (Bagian Satu)

Poros Maritim Dunia: Doktrin Maritim yang Terlupakan (Bagian Satu)

225
0
SHARE

Untung Suropati

“…Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya… bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan! Tetapi bangsa pelaut dalam arti cakrawati samudra. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang laut itu sendiri…” (Soekarno 1953)

Momentum yang tersia-siakan

Tekad dan semangat menyatukan Nusantara menuju persatuan dan kesatuan bangsa telah tumbuh dan berkembang sejak zaman Sriwijaya (671-1183) dan Majapahit (1293-1478). Perjuangan panjang dan melelahkan yang telah memakan waktu berabad-abad itu memperoleh momentumnya kembali setelah Presiden Joko Widodo pada sesi pidato pelantikannya sebagai Presiden RI ke-7 tanggal 20 Oktober 2014 dan forum KTT Asia Timur ke-9 di Myanmar tanggal 13 November 2014, menyatakan tekadnya ingin membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Sebagai visi geopolitik sekaligus manifestasi tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Alinea-4 Pembukaan UUD 1945, Poros Maritim Dunia pada dasarnya tidaklah berbeda dengan konsep serupa yang dikembangkan India/ Look East, 1992; Jepang/ Confluence of the Two Seas, 2007; China/ 21st Century Maritime Silk Road, 2013; dan Amerika Serikat/ America First, 2017. Walaupun kepentingan nasional setiap negara tentu berbeda, namun kecenderungan strategi pilihannya sama: mawas keluar (outward looking).

Dalam kerangka berpikir seperti itulah konsep Poros Maritim Dunia harusnya dipahami. Sebagai negara dengan sebagian besar wilayahnya berupa lautan, sungguh tepat formulasi Poros Martim Dunia ditopang lima pilar berbasis maritim, yaitu Budaya Maritim, Ekonomi Maritim, Konektivitas Maritim, Diplomasi Maritim, dan Keamanan Maritim.

Tak diragukan lagi, laut adalah elemen paling esensial pembangunan Indonesia ke depan. Laut adalah masa depan, di sanalah tersimpan harapan. Saatnya mind-set maritim Indonesia disegarkan kembali. Sejarah membuktikan, kunci kejayaan Sriwijaya dan Majapahit sejatinya terletak pada kemampuan para elite kerajaan bercorak maritim tersebut mengelola ruang geografisnya berupa lautan.

Cetak biru strategi raya Poros Maritim Dunia

Upaya menghidupkan kembali mind-set maritim bangsa yang teralienasi pasca-keruntuhan Majapahit tahun 1478, sebenarnya telah dilakukan sejak zaman kemerdekaan. Contohnya pada era Presiden Soekarno (Wawasan Nusantara dan Deklarasi Djoeanda), Presiden Soeharto (UNCLOS 1982), Presiden B.J. Habibie (Deklarasi Bunaken), Presiden Abdurrahman Wahid (DKP dan DEKIN), Presiden Megawati Soekarnoputri (Hari Nusantara), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Asas Kabotase), dan kini Presiden Joko Widodo (Poros Maritim Dunia). Bukti setiap pemimpin sangat menyadari betapa pentingnya laut bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Persoalannya adalah apakah konsep dan gagasan yang diusung telah dipahami secara utuh dan dilaksanakan dengan benar. Contohnya Poros Maritim Dunia yang di awal kehadirannya begitu menggelegar, tapi kini juga nyaris tak terdengar. Ketiadaan perspektif maritim dalam imajinasi para pemimpin, menyebabkan berbagai isu maritim selama ini hanya tampak hebat pada tataran wacana yang kerap diseminarkan dan dimedsoskan. Padahal perspektif maritim harusnya secara intrinsik melekat kuat sebagai identitas bangsa yang mencakup dimensi politik, ekonomi, dan budaya.

Untuk mewujudkan cita-cita sebagai Poros Maritim Dunia, pemerintah akhirnya memang mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Pertanyaannya, apakah pemerintah telah memilih cara dan jalan yang seharusnya? Pertama, kenapa sebagai kebijakan strategis sekaligus ikon Joko Widodo sejak masa kampanye Pemilu Presiden 2014 – di paruh perjalanan – baru sekarang Poros Maritim Dunia diperpreskan? Lalu bagaimana tanpa dokumen tertulis, kementerian/ lembaga mampu menterjemahkan dan menindaklanjuti kebijakan tersebut selama ini? Kedua, ketidaksesuaian nomenklatur dan urutan lima pilar Poros Maritim Dunia dalam Peraturan Presiden tertanggal 20 Februari 2017 tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here