Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen untuk melakukan reformasi birokrasi. Hal itu dilakukan dengan terus melakukan penyederhanaan peraturan dan perizinan di sektor ESDM.
Di subsektor migas, Kementerian ESDM mencabut 11 peraturan, menyederhanakan 7 peraturan serta mencabut 19 perizinan dan rekomendasi di subsektor minyak dan gas bumi.
“Dari 5 Februari 2018 sampai sekarang, di subsektor migas kita sudah melakukan empat tahapan (penyederhanaan) dengan hasil diantaranya, 11 peraturan kita cabut, kita juga melakukan revisi 7 Permen ESDM. Dan kita juga mencabut sekitar 19 perizinan dan rekomendasi,” jelas Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Ego Syahrial, di Jakarta, Kamis (1/3).
Kementerian ESDM juga telah mengeluarkan Permen ESDM No. 6 Tahun 2018 tentang Pencabutan Peraturan Menteri ESDM, Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi, dan Keputusan Menteri ESDM terkait Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.
Permen tersebut disahkan untuk mencabut 11 peraturan bidang migas yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Selain itu, 7 Permen juga akan disederhanakan menjadi 6 Permen yang saat ini sudah diusulkan Rancangan Peraturannya.
Di samping itu, dari 29 Perizinan dan 14 Rekomendasi subsektor migas, 19 item diantaranya dicabut yaitu 16 perizinan dan 3 rekomendasi. Empat perizinan dan 4 rekomendasi tidak lagi dikeluarkan oleh Ditjen Migas.
“Jadi hanya tersisa 9 Perizinan dan 7 Rekomendasi saja,” tutur Ego.
Ego menyebutkan, kini kegiatan usaha penunjang migas tidak lagi memerlukan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) usaha penunjang migas. Ini terobosan besar dan sangat memangkas birokrasi.
Pengendalian terhadap usaha penunjang migas cukup dilakukan melalui Surat Kemampuan Usaha Penunjang (SKUP) dengan cakupan klasifikasi usaha yang lebih tepat dan hanya untuk usaha inti yaitu sebanyak 13 subbidang usaha saja. Sebelumnya cakupan klasifikasi usaha yang dikendalikan mencapai 139 kegiatan usaha dan mencakup kegiatan usaha yang tidak inti dan sebenarnya tidak memerlukan SKT maupun SKUP.
“Untuk kegiatan penunjang, SKT tidak ada lagi, cukup dengan SKUP,” ujar Ego.
Contoh konkrit penyederhanaan lainnya yaitu Kementerian ESDM juga tidak lagi menerbitkan rekomendasi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Sebagai gantinya, dibentuk tim di bawah koordinasi Kementerian Tenaga Kerja untuk penerbitan RPTKA dan IMTA tersebut.
Sumber: www.esdm.go.id
Editor: Hendri Kurniawan