Menanggapi pro kontra tentang penempatan perwira tinggi TNI dan Polri sebagai Pejabat Gubernur, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menjelaskan bahwa dirinya baru sebatas meminta Kapolri agar menyiapkan personil jika dimungkinkan bisa jadi Pejabat Gubernur.
“Tentu, permintaan menyiapkan personil, sudah lewat kajian dan telaah. Bahkan konsultasi dan koordinasi. Sebab tak mungkin saya sebagai Mendagri, mengeluarkan keputusan tanpa kajian, koordinasi dan konsultasi,” kata Tjahjo di Jakarta, Minggu (28/1).
Tjahjo mengaku selalu menelaah terlebih dahulu kebijakan yang akan dikeluarkan dari segi payung hukum. Selain itu, Ia juga melakukan konsultasi dan koordinasi dengan pejabat terkait.
“Kami telaah dulu, apakah dimungkinkan atau tidak. Setelah itu, juga berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pejabat terkait lainnya, khususnya Menkopolhukkam, Kapolri dan Panglima,” ucapnya.
Tjahjo menjelaskan bahwa dasar hukum utama terkait penunjukan Pejabat Gubernur adalah Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Dalam Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur diangkat Pejabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Payung hukum lainnya adalah Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cuti Diluar Tanggungan Negara. Dalam Pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa Pejabat Gubernur yang berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau setingkat di lingkup pemerintah pusat atau provinsi.
Ia juga melakukan kajian terhadap UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri. Dalam UU Polri, khususnya Pasal 2, Pasal 4 dan juga Pasal 28, dimungkinkan bagi Polri untuk merespon permintaan dari Kemendagri.
“Kebutuhan Kemendagri ada 17 Penjabat Gubernur, yang tidak memungkinkan jika dipenuhi oleh unsur Kemendagri. Karena itu, kami meminta dua nama setara dengan eselon 1 atau pejabat utama ke Polri,” ungkap Tjahjo.
Disebutkan pada pasal-pasal tersebut soal peran dan fungsi Polri yang menjalankan sebagian kewenangan pemerintah negara, dan juga jabatan di luar Polri yang dimungkinkan dijabat dengan penekanan penugasan dari Kapolri.
Menurut Tjahjo, mengenai pemilihan dua provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara agar Pejabat Gubernur dipilih berasal dari Polri, hal itu telah disesuaikan dengan kajian dari Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan internal Polri.
“Dua provinsi itu punya tingkat kerawanan yang harus dicermati serius. Sehingga dimungkinkan hal tersebut dijabat oleh Perwira Polri,” tegas Tjahjo
Tjahjo juga menambahkan, sesuai Permendagri Nomor 1 tahun 2018 Pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa posisi penjabat dapat diisi oleh pejabat dari pusat dan daerah, sebagaimana surat permohonan dari Mendagri.
Sebagai penekanan komitmen, Tjahjo menjamin netralitas dari keberadaan kedua perwira tinggi Polri tersebut. Terutama dalam mengawal proses Pilkada.
“Berkomitmen untuk berlaku adil dan berjarak dengan semua kontestan dan melayani publik sebagaimana tugas kepala daerah,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Arief Mulya Eddie dalam kesempatan terpisah menyebutkan bahwa permintaan ke Kapolri untuk mengisi Penjabat Gubernur dari Perwira Tinggi (Pati) Polri baru sebatas usulan.
“Usulan itu, bisa saja tidak jadi, karena keputusan akhir ada di tangan Presiden. Sebagai pembantu tentu Mendagri perlu memberikan alternatif terbaik. Karena apapun stabilitas politik dalam negeri, jadi salah satu tanggung jawab Mendagri,” ujar Arief.
Sumber: http://setkab.go.id
Editor: Eko “Gajah”